SEMUA TIDAK LAGI SAMA

Semua tak lagi sama. Diriku jatuh pada kesendirian dan kesepian tanpa dirimu lagi. Hari-hari yang baru tampak asing bagiku. Entah, mengapa semua seolah nampak masih sama? Tapi aku merasa harus tetap berusaha untuk bisa menyesuaikan diri dengan keadaan.

CINTA DALAM RINDU-RINDU

Seperti rindu ini kepadamu, seperti itu pula malam terlewatkan dalam sepi dan sendiri. Aku mengejar dirimu dalam bayang-bayang, aku berlari dengan semua imaji diri. Mencari senyummu, wangi tubuhmu, harum nafasmu, manis senyum dibibirmu, indah gelak tawamu

DEMI SEPENGGGAL KATA

Demi sepenggal kata yang ingin aku persembahkan kepada hidup yang akan mati. Dimana kata mungkin akan melayang jauh diterpa angin topan dan juga badai. Terbelah dan pecah menjadi butir-butir air mata penyesalan malam para pendosaMelanang buana didunia yang gemerlap namun hitam dan samar tanpa putih...

LELAKI DENGAN 7 BIDADARI

Rasa kecewa kembali dirasakan oleh Pangdim, setelah mengetahui bahwa anaknya yang baru saja lahir ternyata kembali berjenis kelamin Perempuan. Sama seperti ke-6 anaknya yang lain: Ani, Sekar, Dewi, Ningrum, Nida dan Rifa. Pupuslah sudah harapan Pangdim untuk bisa memiliki keturunan seorang Lelaki

KENAPA HARUS JATUH CINTA

“AKh sialan!” gerutu Bejo memaki dirinya sendiri. Disuatu sore diruang tamu rumah kost-kostan, Dia angkat kedua kaki diatas meja. Tubuhnya disandarkan ke kursi yang dia miringkan. Sementara kedua tangannya nangkring asik di jidatnya yang jenong.

PELACUR ITU IBUKU

Semua orang terlihat sibuk dalam beberapa hari ini. “Besok adalah Hari Ibu,” kata mereka. Tapi apakah hari itu akan berarti buat ibuku? Yang juga kata orang, ibu adalah seorang Perempuan murahan, Perempuan bayaran, Sundel atau yang lebih sering kudengar sebutan untuk Ibu adalah seorang Pelacur

KESATRIA BURUNG BESI RAKSASA

Menurut cerita Nenek, Emak Udin itu diculik oleh Burung Besi Raksasa. Dulu. Saat Udin masih belajar berjalan. Tak ada yang bisa menyelamatkan Emak, karena Bapak juga telah lama tertidur di dalam tanah. Udin Memang tak mengenal dengan baik siapa orang tuanya,

TANKTOP VS CELANA BUTUT

Aku hanya melongo, bengong bego tak percaya dengan apa yang kulihat. “Ayo, Pah. Kita berangkat,” ucap istriku. Sementara aku masih melongo bego, tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Istriku satu-satunya, berdandan mengenakan rok pendek yang panjangnya jauh di atas dengkul

CAWAN HIDUP

Ada masa dimana kebahagiaan dalam cawan itu, kita reguk lupa hingga tak bersisa. Sedangkan kesedihan yang kita tuang, meluber melewati batas tampung cawan itu. Lalu membasahi wajah dengan airmata. Tapi diantaranya, gelembung-gelembung hampa menjadi bagian dari setiap tetes rasa yang kita tuangkan kedalam cawan.

WAJAH-WAJAH GELAP

Jika dilihat, wajah setiap orang itu selain berbeda bentuk, tapi juga berbeda dalam cahaya yang terpancar. Sebelumnya aku tak percaya, tapi kemudian menjadi percaya, saat menatap diriku dalam cermin. Setelah sebelumnya aku bergumul dengan kekasihku , Lina. Gadis cantik yang aku kenal setahun lalu.

Selasa, 01 November 2011

Sehelai Rambut









Suasana bis kota yang berdesakan, bercampur dengan aroma tubuh yang bermacam-macam ini. Dapat dinikmati sepenuhnya, jika kita duduk berdampingan dengan seorang wanita. Dan hal itulah yang saat ini tengah aku rasakan. Dia yang tengah bersandar dalam tidur di bahuku. Rambutnya menebar aroma shampo yang dia pakai pagi ini. Harum sekali, aku suka!
Tidak ada yang dapat menyenangkan hati setiap laki-laki, selain seorang wanita cantik hadir dalam kehidupannya, bukan?. Rasa bangga senantiasa hadir didalam hati, setiap saat banyak mata yang memandang terpesona akan kecantikan dirinya. Para lelaki itu pasti akan merasa kalah oleh diri kita. Bagaimana bisa kita menaklukan hati seorang bidadari? Dengan modal yang serba pas-pasan ini.
Hah, aku tidak akan perduli akan semua omongan yang berisikan kedengkian dan rasa iri hati kepadaku. Toh, aku mampu menaklukan bidadari itu. Aku rasa semua lelaki begitu. Dan mungkin juga berlaku untuk mereka; para wanita, jika mereka mendapatkan seorang pangeran yang tampan lagi kaya raya.
Aku coba menatap wajahnya walau sesaat. Ah, benar-benar cantik! Hati ini semakin terbang dalam rasa bahagia hari ini. Melakukan perjalanan dengan seorang wanita cantik yang tengah tertidur di bahuku. Seperti mimpi saja rasanya..
Hidungnya yang mancung, seperti puncak gunung yang tak pernah terjamah. Bulu matanya yang lentik, bibirnya yang merah dan tipis. Ah, sempurna. Ingin rasanya aku merangkulkan tanganku memeluk tubuhnya. Tapi aku takut membangunkan tidurnya yang begitu lelap. Aku tahu dia lelah, sangat lelah aku rasa.
Satu tangannya terkulai jatuh di atas pahaku, dalam posisi terbuka. Kulitnya yang putih, dengan bulu halus itu membuat diriku begitu memujanya. Suara nafasnya yang pelan dan teratur, menebar aroma wangi dari pasta gigi mahal yang ia pakai tadi pagi. Bercampur dengan aroma parfum yang ia kenakan. Yang tak hilang, meski keringat yang mungkin telah membasahi tubuhnya, dalam suasana bis kota yang penuh dengan manusia. Tidurlah, sayang.. aku bergumam.
Aku begitu menyadari betapa tuhan begitu sempurna dalam menciptakan mahluk yang bernama wanita. Dengan banyak hal magis yang dimiliki masing-masing mereka. Dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. Rambutnya, senantiasa mampu mencerminkan keindahan pribadi mereka. Matanya, yang mampu menyihir setiap laki-laki hingga bertekuk lutut tak berdaya.
Hidungnya, yang selalu menggemaskan dan menambah keindahan dirinya. Bibirnya, selalu menggoda setiap lelaki untuk bisa mencicipi manisnya. Bahkan suara yang keluar dari kedua bibi itu, mampu membuat laki-laki kehilangan kesadaran dan jatuh pada keinginan yang penuh dengan buaian mimpi-mimpi. Lehernya. Siapa lelaki yang tidak ingin mereguk harum tubuhnya dari leher yang indah itu? atau sekedar melepaskan kecup penuh hasrat yang menggelora. Rata-rata kita menyukai leher yang indah itu,bukan?.
Lalu kita mulai turun kebagian tubuh mereka. Dada. Hah! Ini adalah bagian yang aku suka dari seorang perempuan. Benar! Entah kenapa bisa begitu, aku juga tidak terlalu mengerti akan hal itu. Yang pasti aku menyukainya, seperti kebanyakan laki-laki yang selalu bernafsu melihat dada mereka, meskipun masih berbalut dengan pakaian. Seperti saat ini, tanpa dia sadari dalam tidurnya. Kancing bajunya bagian atas, yang terbuka itu. Memamerkan sedikit kepadaku bentuk dari payudaranya yang indah dan besar itu. Ah, aku jadi salah tingkah dan menjadi berfikiran aneh-aneh ditengah keramaian ini.
Kembali kebagian tubuh mereka, sekarang kita mengarah kebagian perut mereka. Bagian yang senantiasa membuat para wanita itu selalu belingsatan dan panik, apabila bentuk dari perut mereka itu mulai membesar. Aku sendiri kurang paham apa sebabnya. Yang pasti, setiap laki-laki memang terkadang lebih menyukai bentuk perut wanita yang ramping singset. Dibanding perut yang penuh lemak disana sini. Meskipun hal itu bukan hal yang utama yang menjadikan setiap laki-laki jatuh cinta kepada mereka. Entahlah, serasa indah dipandang mata, dan serasa tidak membebani diri mereka juga sepertinya.
Lalu bagian bokong mereka. Ah,aku ingin tertawa jika membicarakan masalah yang satu ini. Entah kenapa, aku sendiri kembali kurang mengerti. Karena untuk bagian yang satu ini adalah bagian ke dua dari tubuh seorang wanita, yang selalu menggoda banyak lelaki untuk memandangnya. Yang ketika mereka berjalan, seperti sebuah irama yang mengalun teratur memanggil-manggil diri kita. hahaha… Aku suka!
Maaf, untuk sementara aku lewati bagian kemaluan. Itu sudah tidak perlu dibahas lagi sepertinya. Terlalu vulgar dan terkesan porno nantinya. Ada baiknya kita beralih kebagian paha mereka. ah, bagian ini juga merupakan bagian paling sensitif bagi para lelaki. Karena selalu saja bisa mengundang penasaran di balik hasrat birahi yang mulai tumbuh. Itu sebab, rokmini di ciptakan para perancang busana. Karena mereka selama ini memang sangat mengetahui bagian-bagian tubuh wanita yang magis itu. Yang mampu membuat mata lelaki tertuju kepada wanita-wanita itu.
Seperti dirinya saat in, dalam balutan rok diatas lutut dan duduk bersamaku. Sedikit terlihat kulit putih mulus dari pahanya. Membuat aku beberapa kali melirik, setelah sebelumnya selalu melirik ke bagian dadanya. Ah, aku tersenyum senang dibuatnya.
Betis. Bagian betis juga merupakan bagian tersendiri yang membuat pesona wanita itu di sukai banyak laki-laki. Kaki yang jenjang, atau betis yang bak padi bunting, seperti yang di katakan iwan fals. Membuat mata kita memandang dalam keindahan yang jauh dari hasrat birahi. Namun mampu membuat laki-laki bertekuk lutut memuja mereka.
Belum lagi bagian kuku mereka. Kuku wanita yang selalu terawat rapih dengan medicure-pedicure, bisa membuat seorang Adjie Massaid Almarhum jatuh cinta kepada istrinya, Angelina Sondak. Dan itu merupakan satu bukti betapa tuhan begitu sempurna menciptakan mereka dengan segala magis yang mereka miliki. Meski tak selamanya hal itu yang menjadi alasan seorang lelaki mencintai mereka. Tapi kadang keindahan hati, dan kecerdasan yang mereka miliki juga, yang menjadi alasan setiap lelaki ingin hidup bersanding bersama mereka dalam ikatan pernikahan.
Dan saat ini, aku dibuai oleh hayalan dan mimipi indah bersamanya. Betapa bahagianya diriku jika sepenuhnya bisa memiliki semua keindahan itu. Bisa menyentuh, membelai lembut, dan mengecupnya. Sungguh beruntungnya diriku. Hingga tanpa sadar ucapan syukur senantiasa aku lepas kepada tuhan semesta alam.
“Mmmm…,” tiba-tiba dia menggeliat dan mulai terjaga dari tidurnya.” Eh, sudah di daerah mana nih, Mas?” tanyanya kemudian sambil melongok kearah luar jendela bis, sedikit kebingungan sepertinya.
“Baru sampai pintu air,kok,” jawabku sambil tersenyum kepadanya.
“Hah?! Yang bener, Mas?!” dia terkejut mendengar jawabanku.
“Iya. Emang kenapa?” tanyaku lagi ingin tahu. Tapi dia tidak menjawab pertanyaanku itu. Dia celingukan seperti orang yang kebingungan dan panik. Lalu berdiri dari tempat dia duduk.
“Bang!..Kiri, Baaang! Stop depan, Bang!!,” teriaknya kemudian. Lalu menerobos kerumunan orang yang berdiri menuju pintu bis. Dan bis pun berhenti mendadak, mengagetkan sebagian penumpang yang sepertinya sempat tertidur. Hingga suara menggerutu keluar dari mulut para penumpang itu. Tak lama kemudian, dari balik kaca bis ini, aku bisa melihatnya melompat turun dan berlari kepinggir trotoar. Menyetop bajaj, lalu menaikinya tanpa banyak menawar. Lalu hilang dalam pandanganku.
Sementara aku duduk diam dalam rasa kehilangan yang tiba-tiba. Kini aku kembali sendirian dalam perjalananku, tanpa bau harum tubuhnya yang menggoda. Seketika semua hayalan dan mimpi-mimpi itu sirna. Dan juga tanpa rasa bangga itu ada lagi didalam dada. Terlebih-lebih kemudian, seorang laki-laki bertubuh tambun dengan peluh yang membasahi hampir seluruh wajahnya. Duduk menggantikan posisi gadis itu. ah, sialnya aku.
Aku mencium bajuku bagian bahu, dimana dia tadi sempat tertidur bersandar. Masih bisa aku cium sisa aroma rambut dan tubuhnya. Aku hirup dalam-dalam aroma itu, sekedar melepas sedikit kesedihan yang sempat singgah. Ah, mengapa semua begitu cepat berlalu. Padahal aku belum mengenal siapa dirinya. Tapi tiba-tiba, aku melihat sehelai rambutnya yang tertinggal di bajuku. Panjang dan hitam. Aku bentangkan dengan kedua tanganku. Selintas kemudian sebuah pikiran menyelusup kedalam otakku. Akupun tersenyum penuh arti, dan kemudian menyimpan sehelai rambut itu kedalam dompetku. Sebagian penumpang ada yang melihat apa aku lakukan, menatapku aneh. Tapi aku tidak perduli. Sebagaimana aku tidak perduli basah pada bagian bahu bajuku, yang ia tinggalkan. Toh, pada saatnya nanti, dengan sehelai rambut ini. Dia akan menjadi milikku, pasti! Tunggu saja tanggal mainnya. Hahaha.. senangnya.

Siang, Disebuah Hotel Melati









Sebuah mobil berhenti dihalaman parkir sebuah Hotel Melati. Tak lama kemudian, keluarlah seorang lelaki setengah baya yang berpenampilan rapih, layaknya orang kantoran. Dan juga seorang gadis muda yang tak jauh berbeda penampilannya. Sambil berangkulan mereka melangkah masuk ke lobi hotel itu, memesan kamar. Dengan cepat resepsionis yang sepertinya sudah mengenal melayani mereka.
“Kamar yang biasa, Pak?” tanya Resepsionis itu
“Iya, kamar yang biasa kalau bisa” jawab lelaki itu.
“Baik, kebetulan masih kosong, Pak.” ucap Resepsionis itu sambil mengetikan sebuah nama diatas papan keyboard komputer. Setelah semua beres, “Ini kuncinya, Pak. Silahkan”
Lelaki itu menerima kunci yang disodorkan kepadanya, “Terima kasih.” Pasangan itupun akhirnya berjalan menuju kamar yang mereka pesan.
………
Didalam kamar. Setelah kunci itu baru saja terkunci. Lelaki setengah baya itu mendekati gadis muda yang telah merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Tanpa banyak bicara, lelaki itu langsung menindih tubuh sang Gadis. Dan melumat habis bibirnya. Pergumulan akhirnya di mulai dihari yang masih siang. Dimana matahari masih berada di atas kepala. Menunjukan kuasanya atas terik yang diberikan kepada manusia yang ada.
Pasangan itu melampiaskan semua hasrat mereka, yang memang semenjak didalam perjalanan sempat juga bergelora karena sentuhan-sentuhan kecil yang nakal. Kini, didalam kamar hotel ini. mereka tak lagi ingin menunda gejolak perasaan yang penuh nafsu birahi itu tertahan lebih lama.
Ruang kamar itu penuh dengan suara-suara erangan dan rintihan kenikmatan yang keluar dari mulut mereka secara bergantian. Satu persatu pakaian yang melekat terlepas dan jatuh tak beraturan letaknya. Dengus nafas mereka terdengar begitu bernafsu. Seolah tengah berlari menempuh ribuan kilo meter mencoba menghindar diri dari kejaran hantu.
“Kamu makin hebat aja sekarang. Belajar sama siapa?” tanya lelaki dalam rebah tubuh melepas lelah setelah pertarungan tadi.
“Belajar? Gak kok. Cuma rajin nonton bokep aja” ucap sang gadis diselingi tawa cekikian.
“Nakal kamu sekarang, yah” sebuah cubitan mesrapun dilepas lelaki itu ke arah hidung sang gadis. Mereka tertawa bersama-sama bahagia dan terpuaskan. Akhirnya mereka tidur sambil berpelukan, melepas lelah mereka.
….
Menjelang sore hari. Setelah sebuah pertarungan kembali terjadi. Merekapun mengenakan kembali pakaian mereka dan bersiap-siap untuk meninggalkan kamar hotel. Saat gadis itu tengah sibuk berdandan didepan cermin, terdengar suara Nada dering dari sebuah HP. Lalu Gadis itu mengambil tasnya yang tergeletak di atas ranjang, membuka dan mengambil HP nya yang berada didalamnya. Dilihatnya nama yang tertera dilayar LCD, lalu menoleh sesaat ke arah Lelaki itu.
“Siapa?” tanya lelaki itu.
“Mama” jawab Gadis itu, lalu memencet tombol jawab, dan dengan suara yang sedikit pelan di menjawab suara sapa dari HP,”Iya Halo, Mah”
Kamu di mana? Udah pulang? Mama dari tadi nelfon Papa kok gak bisa-bisa yach?” ucap seorang perempuan lawan bicaranya.
“Udah, Mah. Ini lagi jalan sama Papa. HP Papa kebetulan Mati, Mah”
“Mana Papanya? Mama mau ngomong?”
Lalu perempuan itu menyerahkan HP nya kepada Lelaki itu. “Mama mau bicara sama Papa” Lelaki itupun menerima HP yang diserahkan kepadanya.
“Halo..”
Papah? HPnya kenapa? Dari tadi Mama telfon kok ga di angkat-angkat?”
“Gak apa-apa, Mah, cuma lowbat aja. Ini sekarang aku mau pulang bareng sama anakmu.” Lelaki itu melirik kea rah sang Gadis,” Kita masih dijalan. Sabar yach”
“Ya udah. Hati-hati dijalan”
“Iya, sayang..Daaah”
Klik! Percakapanpun terhenti.
“Sudah, yuk. Mama sudah nunggu dirumah.” Ajak Lelaki itu.
“Iya, Pah.”
“Awas, Jangan sampai Mama curiga sama kita nanti”
“Tenaaang.. bisa di atur” ucap gadis muda itu sambil mengerlingkan mata sambil mengacungkan jempolnya.
“Sip!”
Akhrinya merekapun keluar dari kamar hotel itu.



[Horror]Suara-suara Memaki












Suara memaki itu tak juga berhenti terdengar. “Sudah diam! Berisik! Diaaam..!!” teriakku sejadi-jadinya dalam perasaan kesal. Lalu sejenak suara itu berhenti, seolah terkekeh melihat tingkahku yang bodoh, berteriak-teriak sebagaimana dirinya sambil memukul kepalaku sendiri. Kurang ajar!
Entah sudah berapa kali aku berjalan mondar-mandir di dalam kamarku ini, dalam gelisah dan perasaan cemas tak menentu. Lalu suara memaki itu tiba-tiba datang, menghujami diriku dengan kata-kata yang kasar.”Manusia bodoh! Tak berguna! Idiot! Tolol! Banci kaleng!” terus menerus tanpa henti. Membuat sakit telinga dan juga kepalaku.
Tapi aku membenarkan semua kata-kata dalam caci maki itu. Aku mengakui kebodohanku sebagai seorang manusia, sebagai lelaki yang tidak berguna; tolol, idiot dan mirip banci kaleng. Dan semua kata-kata lain yang keluar dari caci maki itu. Sialan!
Entah apa salahku? Aku hanya manusia yang berusaha hidup apa adanya, jujur dan tidak pernah melakukan hal yang aneh-aneh, Sebagimana kebanyakan orang. Aku tak ingin menyakiti dan mengecewakan siapapun. Tidak pernah! Karena aku tahu, tuhan tidak menyukai hal yang demikian. Meski kemudian yang terjadi adalah, aku yang selalu disakiti dan dikecewakan oleh banya orang. Anjing!
Akhirnya aku jatuhkan tubuhku di atas ranjang. Sejenak memejamkan mata, dari menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya dalam satu tarikan keras. HAH!!.. berharap detak jantung ini bisa kembali normal. Dan aku kembali bisa merasa tenang. Aku berharap akan hal itu..
Tapi yang terjadi..tiba-tiba aku merasakan sakit didadaku dan juga seolah tubuhku ditarik dengan paksa. Sakiiit…! Oh, ada apa lagi ini? semakin lama semakin kuat tarikan pada tubuhku, dan perlahan aku bisa melihat  satu sosok bayangan yang keluar dari dalam tubuhku. Sosok hitam tanpa wajah, dengan tangan yang seolah merobek dadaku sebagai jalan keluar dirinya. AAAAAGGGHH….!!! Rasa sakit itu tidak dapat aku tahan lagi. Saat bayangan itu semakin keluar dari tubuhku.
Aku terkulai lemah kehabisan tenaga. Rasa sakit yang begitu kuat aku rasa, telah berhasil menguras energi tubuhku untuk menahannya. Dalam helaan nafas yang cepat, keringat yang membasahi tubuhku, dan kesadaran yang sedikit demi sedikit mulai hilang. Seiring gelapnya pandangan mataku. Tiba-tiba tubuhku terangkat hampir menyentuh langit-langit kamar. Lalu dilemparkannya..
BUGH!! Tubuh telak menghantam tembok, dan jatuh telungkup menahan sakit. Aku tak sempat berfikir tentang apa yang terjadi. Seluruh persendian tubuhku serasa patah. Suara terkekeh mengejek diriku itu, kembali terdengar. Setan! Ada apa sebenarnya ini?!
Samar-samar aku melihat sosok hitam yang tadi keluar dari tubuhku mendekat. Dan kembali tubuhku terangkat dalam posisi menghadap tanah, karena sosok hitam itu merengkuh bahu leherku dan juga celanaku. Tubuhku diayunkannya kearah kiri, melayang dan menghantam lemari pakaianku. Kurang ajar!! Makiku marah, karena di perlakukan sedemikian rupa, layaknya sebuah boneka bagi seorang bocah.
Aku memaksakan diri untuk cepat berdiri meski sedikit terhuyung, sebelum sosok hitam itu menghampiri diriku lagi. “Siapa Kau?!” teriakku. Namun sosok hitam itu tidak menjawab, dan terus berjalan mendekati diriku. Aku telah siap dalam posisi membela diri. Melihat diriku telah siap dalam posisi demikian. Sosok itu sejenak menghentikan langkahnya, dan berdiri dihadapanku.
“Ayo maju!! Kenapa diam?! Kita bertarung sampai mati!!” teriakku lagi menantang. Tapi yang kemudian terjadi adalah, suara memaki itu kembali terdengar seperti menggema di kepalaku.
“Manusia Tolol!! Kenapa kau melawannya?! Idiot tak berguna! Kau tidak bisa melawannya! Mati saja kau!”
Aku menutup telingaku karena merasakan sakit mendengar suara caci maki yang bergema keras itu. sampai mencari-cari asal suara itu, tapi tak kutemukan juga. Bahkan sosok hitam yang tanpa wajah itupun kulihat diam tak bergeming dari posisinya semula. “Berisiiiiiikk…!!’ teriakku sekeras-kerasnya. Dan suara itu memaki itu kembali menjadi suara terkekeh, seolah tengah mengejekku. “Setan! Keluar kau!! Jangan jadi pengecut!!” teriakku lagi.
Suara itu menghilang, tapi sosok hitam didepanku melangkah maju mendekatiku dengan cepat. Lalu mencengkram batang leherku kuat-kuat. Nafasku tercekat, mengeluarkan suara-suara diujung kematian. Aku berusaha berontak melepaskan cengkraman tangan itu. Tetapi tak berhasil, karena aku merasakan tangan itu begitu kuat.
Sejenak aku merasakan wajahku memucat, karena aliran darah aku rasakan berhenti mengalir ke kepala. Mataku dengan sendirinya membelalak, sebagaimana lidah yang menjulur keluar. Mati! aku akan mati saat ini! hanya itu yang ada didalam benakku. Tanpa ku tahu apa yang harus aku lakukan lagi.
Sedetik ketika aku merasakan jiwa hampir melayang meninggalkan tubuhku. sosok itu melepaskan cengkraman tangannya di batang leherku. Aku pun jatuh bersimpuh terbatuk-batuk, berusaha menggapai udara yang sempat hilang dari rongga dadaku. Dan terdengar lagi tawa terkekeh mengejek diriku. Kurang ajar! Mahluk sialan!
……
Aku masih ingat bagaimana hinaan itu di lontarkan oleh orang tua Sinta kepadaku, saat aku datang menemui mereka dan mengutarakan maksudku untuk melamar.
“Manusia tidak tahu diri! Ngaca dong kamu! lihat siapa kamu sebenarnya. Berani-beraninya kamu melamar Sinta, anak kami!” ucap Papanya Sinta sambil melotot dan mengarahkan jari telunjuknya ke arahku terus menerus, seperti tengah menghakimi diriku.
Sedang Mamanya Sinta malah beranjak dari duduknya, sambil meletakan tangannya dipinggang,”Manusia gak berguna! Punya apa kamu?! Berani-beraninya datang melamar. Kerja aja gak jelas! Mau dikasih makan apa Sinta nanti? Mau makan batu?! Hah?!!”
Sementara aku bisa melihat Sinta yang tengah bersembunyi dibalik tembok tak jauh dari tempat aku berada bersama orang tuanya. Aku bisa mendengar tawa cekikikan geli dirinya, seolah merasa lucu dengan apa yang tengah aku alami. Apa salahku?!
Bahkan ketika aku melangkahkan kaki meninggalkan rumah besar itu, aku masih mendengar hinaan itu dari teras lantai dua rumah ini. Dimana sinta berdiri di tepi pagar batas, “Woi, Idiot! Jangan datang-datang lagi kesini, yah?! Dasar banci kaleng! Pacaran aja enggak, berani-beraninya ngelamar aku. Tolol!!”
Aku hanya bisa melangkah gontai meninggalkan rumah itu dengan kepala tertunduk. Rasa kecewa bercampur rasa sakit karena hinaan yang aku terima. Membuat diriku tak mampu lagi berkata-kata untuk membantah semua ucapan mereka.
……
Sosok hitam itu telah kembali bersatu dalam tubuhku, sedangkan suara caci maki itu berubah menjadi pemimpin dan juga penggembira dalam setiap aksiku. Peluh jatuh membasahi tubuhku, dengan nafas memburu. Aku tengah berada diatas tubuh telanjang Sinta, yang kedua kaki dan tangannya terikat oleh tambang plastik di setiap kaki ranjang.
Sinta mencoba berontak dan berteriak dalam ketakutan. Namun mulutnya telah aku sumpah dengan celana dalamku. Aku hanya mendengat suara teriakan tertahan, yang aku anggap erangan kenikmatan. Sebagaimana kenikmatan yang aku rasakan saat menyetubuhi dirinya. Akhirnya akupun terkapar disisi tubuhnya. Sementara Sinta terlihat sesegukan dalam tangis dan linangan airmata.
Tiba-tiba aku merasa iba melihat dirinya. Tapi seketika itu juga, suara caci maki itu terdengar keras mengema memenuhi kepalaku. ”Manusia bodoh! Tak berguna! Idiot! Tolol! Banci kaleng!” sehingga aku harus menutup telingaku dengan bantal yang ada di atas ranjang. “Diaaaaaaaaammm…..!! berisiiiiiik…!!” teriakku sejadi-jadinya. Sinta terkejut melihat sikapku.
Dan aku juga kembali merasakan tubuhku seolah tertarik sebagaimana sebelumnya, ketika sosok hitam yang berusaha keluar dari tubuhku. Aku segera bangkit dari ranjang dan meraih golok yang aku bawa saat masuk ke dalam rumah besar ini. Dan dengan sekali tebasan yang mengarah ke leher Sinta. Seketika, darah keluar dari kepala dan leher yang kini telah terpisah. Suara isak tangis Sinta pun hilang. Semua serasa berubah senyap. Sosok hitam itupun tidak jadi keluar dari tubuhku. Suara tawa puas membahana memenuhi kamar ini.
Akupun melangkah dengan tubuh telanjang menghampiri Papa dan Mama Sinta. Yang sedari tadi berada di sudut kamar, dengan posisi terikat kaki-tangannya dan mulut yang terbungkam kain. Mereka menyaksikan apa yang aku lakukan terhadap anaknya. Aku berjongkok dihadapan mereka.
“Maapkan aku ya, Ma,Pa.. seharus ini semua tidak terjadi. Maap..” ucapku penuh sesal. Lalu aku kembali berdiri sambil menjambak rambut kepala Mama Sinta. Dia berteriak dan berusaha untuk melepaskan diri dari ikatan tali dan juga jambakan pada rambutnya. Papa Sinta tak kalah histerisnya. Ia menjatuhkan tubuhnya, mencoba merangkak bagai seekor ulat menghampiri diriku dan istrinya. Tapi sepertinya percuma..
Aku bersimpuh diatas tubuh yang menggantung di pintu kamar mandi. Dimana Mama dan Papa Sinta berada, dengan kondisi wajah yang pucat membiru, mata yang hampir melompat dari tempatnya, dan lidah yang terjulur. Aku menangis… sedangkan tawa yang selalu memenuhi isi kepalaku kembali terdengar dan terasa lebih bersahabat dengan diriku, karena tanpa rasa sakit.
Aku hampiri tubuh Sinta yang kepalanya telah terpisah dari tubuhnya. Aku angkat kepala itu, dan memeluknya dengan segenap rasa cinta yang selama ini aku miliki untuknya. Apa salahku?! Aku hanya manusia yang tak mampu menahan gejolak cinta dan rindu, yang datang tanpa ku undang. Jika boleh aku memilih, aku tidak ingin merasakan cinta ini untuk seorang perempuan yang sangat jauh berbeda derajat kehidupannya dengan kehidupanku.
Apalah aku? Aku hanya manusia yang tidak mampu melawan setiap kejadian yang telah tuhan tetapkan ada untukku. Dan aku terlalu bodoh untuk bisa memaknai maksud dari setiap kejadian. Aku tak pernah menginginkan semua ini terjadi. Aku sungguh mencintaimu, Sinta. Meskipun aku tahu siapa diriku sebelum sinta dan juga orang tuanya menghina diriku. Aku tahu itu!
…..
Berita headline di televisi hari ini. “Kembali telah terjadi pembunuhan berantai, pembantaian satu keluarga, dimana kondisi korban-korbannya sangat mengenaskan. Kedua orang tua yang tergantung di pintu kamar mandi, dan tubuh seorang gadis dalam keadaan telanjang. Sedangkan kepala sang gadis tidak ditemukan dilokasi kejadian. Pelaku yang sudah sekian lama di cari tidak kunjung tertangkap oleh pihak yang berwajib”
“Sudah diam! Berisik! Diaaam..!!” suara teriakan terdengar dari sebuah kamar.
………






Yang Tak Terjamah

  








Menikah? Ah, mengapa hal itu menjadi suatu keharusan? Apakah karena Tuhan telah memfirmankan tentang hal itu didalam kitab suci? Ataukah semata karena  ketakutan dari diri kita saja akan kesendirian dalam hidup? Atau karena muak mendengar mulut-mulut yang tak pernah berhenti bertanya, yang juga gemar menggunjingkan kesendirian itu? Atau karena kita butuh seorang pewaris? Yang hanya bisa kita miliki jika memiliki pasangan hidup, menikah.
Namun bagi zira, hal itu bukanlah suatu keharusan yang bisa dianggap adil bagi dirinya. Karena jika memang semua itu adalah suatu keharusan, dengan alasan karena tuhan telah berfirman akan hal itu. Atau karena alasan apapun. Mengapa sampai hari ini, sebuah Predikat untuk dirinya tak juga mau hilang, “Perawan Tua”. Predikat yang lebih mirip penghinaan yang lebih terdengar seperti “Goa Tua”. Yang sekian lama tak pernah terjamah oleh laki-laki. Atau seperti barang dagangan yang terpajang sekian lama dan tidak pernah laku terjual, meski telah terpasang juga harga obral. Hidup memang sering kali tidak adil kepada siapapun, tidak berpihak pada sebagian orang.
Tidak ada satu manusia pun yang menginginkan kesendirian dalam sepi, mendera kehidupannya. Tak akan ada yang mengharapkan hidup sendiri. Bahkan Iblis pun seumur hidup mereka, selalu mencari kawan untuk dijadikan teman sependeritaan. Saat mereka berada dalam siksa api neraka kelak. Apalagi manusia?! Tapi itulah yang terjadi pada diri Zira, dalam usia yang mendekati kepala empat, tepatnya 39 thn. Dia masih hidup seorang diri, tanpa pendamping, tanpa suami dan tidak pula seorang kekasih hadir dalam kehidupannya.
Tahapan menuju predikat itu sudah dilewati Zira. Tahapan ketika teman-temannya satu persatu mulai meninggalkan dirinya karena mereka menikah dengan orang yang mereka cintai. Pertanyaan pertama muncul,”Eh, kapan giliran kamu. Ditunggu undangannya, lho.” Lalu masuk ke tahap dimana mereka hamil dan memiliki anak,” Cepetan nikah makanya, biar tahu rasanya hamil dan punya anak”
Lalu meningkat pada level kekhawatiran yang dirasa semua orang, “Udah sama sepupuku aja. Nanti aku kenalin deh. Mau yah?.” Semua seolah beruntun terjadi dan berulang, masa-masa pun berganti bagi semua orang. Mereka yang tumbuh dewasa kemudian, ikut melangkahi Zira dalam pernikahan. Sedang bentuk kekhawatiran, kini jatuh pada perjodohan. Yang kadang tak lagi memikirkan apa yang di ingin dan dirasakan oleh seorang Zira. Namun semua tetaplah sama, tetap menjadi kesendirian bagi Zira.
Dalam kesendiriannya sehari-hari. Zira duduk disisi ranjang dimana Ibu tengah lelap tertidur. Ibu yang wajahnya selalu terlihat pucat, dalam tubuh renta dan selalu saja merasakan sakit yang tak berkesudahan. Hanya mengurusi Ibu saja yang bisa dilakukan Zira, untuk mengabdikan kehidupannya yang sendiri. Wanita yang telah membesarkan dirinya dan juga kakak-kakaknya. Kini, masa jayanya telah usai. Setelah bertahun-tahun berjuang sendiri menghidupi ke 5 anaknya. Semenjak kepergian suami tercinta untuk selama-lamanya. Ibulah yang menjadi tulang punggung keluarga. Tanpa lelah dan mengeluh, melakukan apa saja yang bisa dia lakukan. Demi masa depan anak-anaknya kelak.
Dirumah ini hanya tinggal Zira dan Ibu. Sementara Kakak-kakaknya sudah berkeluarga dan memiliki rumah sendiri. Mereka menitipkan Ibu kepadanya, ketika Ibu mulai sering didera sakit terus menerus. Tidak ada yang bisa mengurusnya, selain Zira.
“Maaf aku tidak bisa. Kalian tahu sendiri bagaimana kehidupan keluarga kami. Aku dan istriku sama-sama bekerja. Lalu siapa yang akan mengurusi Ibu?” ucap Kakak tertua Zira, Arman. Saat dulu mereka berkumpul membicarakan perihal Ibu yang mulai sakit-sakitan tanpa ada yang mengurus.
“Aku juga sama, Mas,” ucap Mbak Mira, kakak ke dua Zira.”Setiap hari aku dan suamiku selalu pulang malam. Anak-anak saja, di urus pembantu. Bagaimana aku bisa mengurusi Ibu?!”
Perdebatan yang terjadi tanpa ada jalan keluar. Meskipun sebelumnya mereka pernah menyewa seorang perawat yang khusus mengurusi Ibu. Namun setelah kejadian dimana Ibu jatuh dari tempat tidur,sementara sang perawat tengah asik ngobrol dengan teman atau pacarnya di telfon. Mereka sudah tidak lagi bisa mempercayai untuk menyerahkan Ibu kepada orang lain.
“Kamu saja, Zir. Berhenti dari pekerjaan kamu. Toh kamu juga belum menikah. Biar nanti kami semua yang akan rutin mengirimi uang untuk keperluan kamu dan Ibu sehari-hari” usul Mas Budi, kakak Zira nomer 3. Usul itupun di dukung penuh oleh Mbak Shinta, kakak ke empatnya.
Akhirnya semenjak itu, Ziralah yang merawat dan mengurus semua keperluan Ibu. Bukan karena keterpaksaan juga usul itu diterima Zira. Namun juga karena kasih sayang yang dia miliki untuk Ibunda tercinta. Terlebih lagi saat itu, Zira memang belum juga mendapat Jodoh. Tak ada tanggungan dan beban bagi dirinya, apabila dia mendedikasikan hidupnya untuk Ibunda tercinta.
Seperti saat ini, dengan setia Zira menunggui Ibunya disisi ranjang. Betapa sebuah penghormatan besar telah dipersembahkannya untuk Ibu. Perempuan yang begitu dicintainya. Hal ini pula yang senantiasa bisa membuat Zira sedikitnya dapat melupakan tentang pernikahan ataupun predikat dirinya. Hari-hari yang selalu sibuk, memberikan perhatian khusus untuk Ibu.
“Maafkan Ibu ya, Nak. Kalau Ibu sudah membuat kamu jadi susah.” ucap Ibu setiap saat. Mengetahui bagaimana kasih sayang dan perhatian lebih selalu dia dapatkan dari Zira.
“Tidak apa-apa,kok, Bu. Sudah kewajiban Zira untuk berbakti kepada Ibu,” jawab Zira sambil tersenyum. Dan Ibu selalu meneteskan airmata melihat bakti dari anaknya ini. Terlebih bila Ibu teringat betapa sampai saat ini. Zira masih hidup sendiri, melajang, dengan predikat Perawan Tua melekat pada dirinya.
“Bagaimana kamu bisa bertemu dengan jodoh kamu, Nak? Jika setiap saat kamu berada disini bersama Ibu,” ucap Ibu lagi kemudian.
Zira tersenyum. Entahlah, meskipun kini hanya ada dirinya dan juga Ibu. Zira masih tetap tidak dapat menghindari diri dari pertanyaan-pertanyaan seputar jodoh dan pernikahan.
“Jika Tuhan memang berkehendak. Apapun bisa terjadi khan, Bu? Seperti yang sering Ibu katakan pada Zira dulu,” jawab Zira. Ibu tersenyum mendengar jawaban Zira. Tak pernah terfikirkan sebelumnya, jika kata-kata yang dulu dia ucapkan akan dikembalikan lagi kepadanya.
“Ibu akan selalu berdoa untukmu, Nak”
Lalu Zira menjatuhkan kepalanya disisi Ibu. Memejamkan mata menikmati teduh hati yang dia rasakan setiap saat. Ketika dengan penuh kasih sayang, Ibu selalu berdoa untuknya. “Aku selalu menunggu doa Ibu itu dikabulkan Tuhan, Bu” ucap Zira lirih, tenggelam dalam rasanya sendiri. Ibupun membelai lembut penuh kasih, rambut kepala Zira.
……..
“Mas, Ibu sepertinya harus dibawa ke Dokter. Batuknya tidak juga mau sembuh. Bahkan menjadi lebih sering” ucap Zira khawatir, saat berbincang dengan Mas Arman ditelfon.
“Aduuuh, jangan sekarang dong. Aku lagi ada urusan keluar kota, nih. Coba kamu hubungi Kakakmu yang lain,” jawab Mas Arman sebelum akhirnya di menutup telfon.
Zira menghela nafas panjang mendapati sikap kakaknya yang acuh atas sakit yang sedang diderita Ibu. Dan saat menghubungi kakaknya yang lain, jawaban dengan alasan berbeda juga didapatkan Zira.
“Aku lagi repot, Zir. Anak-anak lagi sakit semua. Aku sudah ijin 3 hari dari kantor kemaren” ucap Mbak Mira memberi alasan. Tak jauh berbeda dengan Mas Budi,“Nanti ajalah ke dokternya. Kasih obat yang biasa Ibu minum aja dulu. Uangku sudah habis untuk renovasi rumah kemaren, Zir.” Lalu Mbak Shinta, “Aduuuh, Zir. Kamu minta tolong sama kakakmu yang lain dulu, deh. Aku lagi sibuk urusan kantor. Setiap hari pulang malam. Kantorku sedang kena masalah besar, nih”
Zira berdiri lemas didepan meja telfon. Rasa kecewa menghinggapi hatinya, saat mengetahui sikap kakak-kakaknya yang seolah tak perduli. Namun, bagaimana pun juga inilah yang terjadi sekarang. Kehidupan mereka telah menuntut perhatian mereka lebih, dibandingkan perhatian mereka kepada Ibu yang pernah melahirkan dan membesarkan mereka. Wajar memang, bisa dimaklumi adanya.
Namun keadaan Ibulah yang membuat diri Zira begitu khawatir. Tidak seperti biasanya Ibu terus menerus batuk tanpa berhenti. Zira merasa perlu untuk membawa Ibu ke dokter. Tapi oleh sebab biaya kehidupan dirinya dan juga Ibu, selama ini ditanggung oleh Kakak-kakaknya. Zira bingung bagaimana cara membawa Ibu ke dokter. Apalagi persediaan uang yang ada sudah mulai menipis.
Zira bergegas menuju kamarnya. Berdiri didepan pintu. Memperhatikan seisi kamar. Mencari-cari apa yang bisa di jual. Uangnya akan digunakan untuk membayar ongkos berobat Ibu.
“Uhuk..Uhuk..Uhuk…” terdengar suara ibu yang terbatuk-batuk. Seolah memacu diri Zira untuk segera bertindak cepat memikirkan jalan keluar. Hampir saja Zira putus asa, karena tidak juga menemukan apa yang bisa di jual. Semua tabungannya telah habis untuk menutupi keperluan sehari-hari. Saat kakak-kakaknya lupa memberikan uang atau bahkan lupa sama sekali. Perhiasan dan juga handphone miliknya telah lama dijual. Tidak ada apa-apa lagi. Zira semakin panik, saat suara batuk Ibu semakin terdengar tak terputus.
..
“Tolong Ibu saya, Suster! Tolong!” seru Zira dísela tangis, kepada perawat yang berlari menghampiri mobil Ambulance yang baru saja sampai. Zira melompat turun dari Mobil tersebut, mengawal Ibunya yang tengah tak sadarkan diri. Sedangkan darah terlihat dari tepi bibirnya.
“Mbak tunggu disini sebentar, Biar kami periksa Ibunya dulu,” ucap seorang Perawat yang tadi. Dan membawa Ibu masuk ruangan Gawat darurat. Dan tak lama kemudian seorang Dokter menyusul masuk bersama dua perawat lain.
“Zira?!” tiba-tiba Dokter yang hendak masuk keruangan itu berhenti didepan pintu menatap diri Zira. Sejenak Zira terkejut mendapat sapaan itu. Ditatapnya dokter yang menyapa dirinya. Sebuah bayangan melintas seketika dalam pikiran Zira tentang masa-masa yang telah lama berlalu, masa indah yang penuh dengan cinta.
“Andi?..ini benar kamu Andi, khan?,” seru Zira kemudian setelah berhasil mengingat siapa sosok dokter yang ada dihadapannya. Dokter itupun mengangguk sambil tersenyum.
“Kamu tunggu disini sebentar yah” ucap dokter yang bernama Andi itu. Lalu masuk kedalam ruangan dimana Ibu berada.
….
Isak tangis terdengar begitu mengharukan saat melepas kepergian Ibu untuk selamanya. Di tanah pekuburan ini, semua orang berkumpul dengan duka yang mendalam mereka rasa. Tak terkecuali Zira serta keluarganya.
“Ikhlaskan saja, Zir. Semua sudah kehendak Tuhan. Mungkin ini lebih baik untuk Ibu kamu, dibandingkan harus terus menerus menderita karena sakitnya,” ucap Andi sambil merengkuh bahu Zira.
Lalu Zira menjatuhkan tangisnya di dada Andi. Berusaha untuk bisa merelakan kepergiaan Ibunda tercinta kembali kepangkuan Tuhan. Namun duka akan hampa yang dirasa, akan kehilangan sosok Ibu. Tetaplah tak mudah bagi Zirah untuk menyingkirkannya. Dan sedikit rasa kecewa terselip dihatinya, manakala mengingat sikap kakaknya kemarin. Tapi bila semua ada dalam kehendak Tuhan. Tak ada satu manusiapun mampu menghalanginya. Zira terus mencoba untuk tetap pada keikhlasan menerima semua. Mencoba memaafkan sikap kakak-kakaknya.
….
Sebuah doa dan restu dari seorang Ibu senantiasa didengar oleh Tuhan. Selalu saja. Manusia tidak akan pernah mampu untuk menerka dan mengetahui akan rencana yang dimiliki Sang Kuasa atas kehidupan mereka. Semilir angin berhembus pelan disekitar kuburan Ibu. Disisi pekuburan itu, terlihat Zira dan juga Dokter Andi. Airmata kerinduan akan sosok Ibu, jatuh menerpa wajah Zira. Hingga saat ini, meskipun dalam kerelaan dan keikhlasan atas kepergian Ibu. Rindu itu senantiasa selalu hadir dalam kehidupan Zira.
“Sudahlah, sayang. Mari kita doakan saja Ibu.” ucap Andi sambil merangkul tubuh istrinya, Zira. Dalam tangisan itu, Zira menjatuhkan kepala dan tubuhnya dalam pelukan Andi, suaminya.
“Bu, terima kasih atas doa Ibu selama ini,”ucap Zira dalam isak tangisnya. ” Aku datang bersama Mas Andi suamiku, Bu. Dan juga seorang cucu yang akan lahir dari rahimku.” Zira mengelus-elus perutnya sendiri yang terlihat membesar.
“Semua karena doa Ibu selama ini. Keajaiban hidup telah menghiasai kehidupan Zira sekarang. Mas Andi dan Anak dalam kandunganku, Bu. Aku sayang Ibu, aku rindu Ibu. Terima kasih, Bu” setelah mengucapkan itu, Zira pun jatuh dalam isak tangis yang panjang. Menyembunyikan wajah dalam pelukan didada Andi.
Angin pun yang sesaat sempat berhenti. Kembali berhembus dengan tenang dan berlalu. Membelai lembut tubuh Zira, yang tengah jatuh dalam isak tangis. Bahagialah yang tengah dia rasakan juga. Ketika kini kehidupannya melesat jauh, meninggalkan Predikat yang selama ini melekat pada dirinya. Menjadi perempuan seutuhnya. Yang tetap pada entah, semua rencana dan kuasa itu Tuhan miliki atas kehidupan hamba_NYA. “Selamat berbahagia Zira”



[Horror]Apartement Baru













Betapa bangganya hati Renata dan juga Aldi suaminya, saat mereka menempati sebuah Apartement baru di tengah Kota. Setelah menunggu selama hampir satu tahun, akhirnya Apartement yang mereka beli itu selesai dibangun. Alasan Renata dan juga Aldi, lebih memilih Apartement di bandingkan kompleks perumahan biasa itu, semata karena lokasi tempat kerja mereka berdua dekat dengan lokasi Apartement itu. Sehingga Renata dan Aldi bisa pulang menengok anak mereka, Rosa, dísela-sela waktu kerja mereka. Meski Rosa telah di jaga oleh seorang pengasuh yang ikut dengan mereka, sejak Rosa berusia 4 Bulan.
Setelah sebulan menempati Apartement itu mereka semakin akrab dengan penghuni-penghuni lain yang berada dalam satu lantai. Dan sepertinya Rosa pun kerasan, karena fasilitas yang ada di dalam Apartement ini cukup lengkap. Selain taman, kolam renang, fasilitas olah raga dan juga sekolah. Apartement itu dekat pusat perbelanjaan atau Mall, sehingga suasanya senantiasanya terlihat ramai.
Suatu malam, saat Renata kebetulan pulang agak larut dan suasana Apartement itu mulai sepi. Ketika Renata hendak masuk kedalam Lift, yang di khususkan untuk para penghuni. Renata dikejutkan oleh seorang perempuan yang sudah ada di dalam Lift tersebut. Renata sempat mengurungkan niatnya saat melihat perempuan itu.Tapi saat ia merasa bahwa perempuan itu pernah ia lihat sebelumnya. Renata pun masuk kedalam Lift.
Memang ada hal yang sedikit aneh dari penampilan perempuan itu, berbeda dari saat pertama Renata pernah melihatnya. Rambutnya yang panjang itu, sedikit acak-acakan dan tidak terawat. Dia berdiri di sudut ruang Lift sebelah kiri, merapatkan tubuhnya sambil menggigit jari-jari kukunya. Matanya sembab, seperti habis menangis dan dari posisinya yang merapatkan tubuh, seolah ia tengah didera ketakutan yang amat sangat.
Mereka hening berdua di dalam Lift itu. Renata sesekali menoleh kearahnya, sedikit takut juga dirasa Renata. Tapi semua itu tidak berlangsung lama, karena akhirnya Lift berhenti di lantai 13, lantai tempat ia tinggal bersama suami dan anaknya. Renata menghela nafas lega. Tapi saat ia hendak melangkahkan kaki..
“Jangan turun disini!..Masuk kedalam! Cepat!” teriak perempuan itu sambil menarik tangannya, dan hampir membuat Renata terjatuh kebelakang. Betapa terkejut Renata mendapati perlakuan yang tiba-tiba seperti itu. Perempuan itu langsung berdiri di depan pintu Lift, melongokan kepalanya dengan ekpresi muka yang ketakutan.
“Apa-apaan sih, Bu?!” seru Renata marah. Dan Renata pun kembali melangkahkan kaki keluar dari Lift tersebut. Namun tangan perempuan itu mencegahnya, menahan gerak tubuh Renata.
“Jangan keluar dari Lift ini..” bisik perempuan itu sekarang. Lalu kembali melongok keluar Lift, melihat keadaan sekeliling koridor. “Kamu harus cepat pindah dari sini. Selamatkan anakmu, cepat”
Renata makin marah mendapati sikap perempuan itu, mendorong perempuan itu kebelakang. Lalu melangkah cepat menjauh dari LIft. “Selamatkan anakmu! Cepat pindah dari tempat ini! cepat!” teriak perempuan itu lagi. Renata melangkahkan kakinya bergegas karena takut dan juga marah atas apa yang dialaminya tadi.”Selamatkan anakmuuu..!” teriakan perempuan itu kembali terdengar. Renata menoleh kebelakang. Dia masih bisa melihat kepala perempuan itu, yang melongok keluar dari Lift memperhatikan dirinya. Lalu menghilang seiring pintu Lift yang tertutup.
Aneh! Tetangga Renata tidak ada satupun yang keluar, meskipun teriakan perempuan itu cukup keras. Mungkin mereka semua telah terlelap tidur atau mungkin juga menganggap kegaduhan seperti itu sudah biasa. Renata tidak memperdulikan hal itu. Di terus melangkahkan kakinya dengan tergesa.
Dari kejauhan ia melihat pintu Apartementnya terbuka, lalu keluarlah dari pintu itu seorang bocah kecil yang manis dengan rambut yang dikepang kuda. Renata tersenyum. Bocah itu segera melihat dirinya yang berjalan menghampiri, “Mama!...” Rosa berlari menuju ke arah Renata, saat menyadari bahwa perempuan yang sedang berjalan itu adalah Mamanya.
Kok Rosa belum tidur sih, Mbak?” tanya Renata di depan pintu kepada Siti; pengasuh Rosa. Sementara Rosa sudah berada dalam pangkuannya, meronta-ronta minta turun.
“Maaf, Bu.. Rosa belum mau tidur. Dari tadi nangis minta keluar, pengen ketemu sama Ibu, “jawab Siti sambil tertunduk, takut dimarahi oleh majikannya.
“Ya udah, gak apa-apa. Bapak belum pulang juga?” tanya Renata lagi, sambil menurunkan Rosa dari pangkuannya.
“Belum, Bu”
Renata melihat Arloji yang dia kenakan, jam 20:35. Aldi memang sempat mengabarkan kepadanya bahwa kemungkinan ia tiba kerumah sekitar pukul 21:00. “Berarti sebentar lagi sampai,” ucap Renata dalam hati. Bersamaan dengan itu, pegangan tangan Rosa terlepas darinya. Dan Rosa langsung lari sambil tertawa menyusuri koridor Apartement itu.
“Rossaaaa!… Awas nanti kamu jatuh, sayang.” teriak Renata. Tapi teriakan itu tidak di gubris Rosa, ia terus berlari sambil tertawa, seolah meminta Mamanya untuk mengejar. Renata tertawa melihat tingkah Rosa. Tapi tiba-tiba, sebuah pintu Apartement terbuka, tepat pada saat Rosa berada di depan pintu itu. Rosa sempat terkejut dan berhenti berlari, mendapati pintu yang terbuka itu. Dan dari kejauhan, Renata dan Siti melihat ada satu tangan besar yang tiba-tiba keluar dan kemudian menarik dengan cepat tubuh Rosa, masuk kedalam Apartement itu. Lalu menutup pintu itu dengan keras.
Renata terkejut melihat hal itu. Sejenak ia terkesiap, tak menyadari apa yang terjadi, demikian pula dengan Siti.
“Rosaaaaaa!!!......” Renata seketika berteriak dan berlari menuju pintu Apartemen setelah menyadari apa yang terjadi.
“Neng Rosaaaa!!..” Siti pun menjerit menyebut nama Rosa, dan ikut berlari bersama majikannya. Mereka berdua seketika panik! Di depan pintu Apartement itu mereka berteriak-teriak memanggil Rosa, sambil tangan mereka tak berhenti menggedor-gedor pintu itu dengan keras. Para tetangga yang lain keluar karena mendengar suara gaduh mereka. Lalu menghampiri mereka berdua.
Mereka bertanya tentang apa yang terjadi, dan setelah mengetahuinya, mereka beramai-ramai membantu Renata dan Siti untuk membuka pintu kamar Apartement itu. Dan sebagian yang lain memanggil Pengurus gedung dan juga Security yang berjaga
….
“Bagaimana, Di?” tanya Hendra pada Aldi, yang sebelum telah masuk dan melihat keadaan kamar Apartement dimana Rosa tadi terlihat di tarik masuk kedalam.
Aldi mengelengkan kepala,”Kosong! gak ada apa-apanya dikamar itu” Lalu Aldi menghampiri istrinya yang terlihat shock karena kejadian yang tiba-tiba itu.
“Ibu kelihatannya masih trauma, Pak.” ucap Siti saat Aldi berjongkok didekatnya, di depan Renata yang tengah duduk di kursi. Pandangan mata Renata terlihat kosong. Renata memegang kuat-kuat selimut yang membungkus sebagian tubuhnya.
“Iya, gak apa-apa. Makasih, siti. Tolong buatkan saya kopi” ucap Aldi kemudian. Siti mengangguk dan langsung beranjak menuju dapur.
“Sayang.. ini aku, Aldi, suamimu…” ucap Aldi pelan sambil menatap lekat-lekat wajah istrinya. Tapi Renata hanya diam, dengan pandangan kosong menatap lantai.
Ini, tuan..” Siti menyerahkan gelas kopi yang baru dia buat. Lalu Siti kembali berjongkok di sisi majikan perempuannya.
“Kamu yakin dengan apa yang kamu lihat tadi, Sit?” tanya Aldi kepada Siti.
“Yakin, tuan.. Neng Rosa tadi lari-lari di sepanjang koridor. Trus tiba-tiba ada tangan yang besar dari Apartement itu, langsung narik tubuh Neng Rosa masuk kedalam, tuan” jawab Siti menjelaskan panjang lebar dengan penuh semangat.
“Tapi Apartement itu kosong, Sit. Saya sudah cek tadi, dengan Security dan Pengurus gedung”
“Hah?! Yang bener, Pak?! Trus tadi siapa dong yang culik Neng Rosa?!”
“Saya juga tidak tahu, Sit. Kamar Apartement itu memang kosong dari awal. Jadi ga mungkin ada orang disana”
“Hiiii.. kok Siti jadi takut ya, Pak”
….
Semenjak kejadian itu, jejak Rosa hilang sama sekali. Meski polisi sudah turun tangan, namun tidak juga ditemukan sedikitpun tanda-tanda keberadaan Rosa. Sementara Renata masih dalam keadaan shock berat. Dia sama sekali tidak bisa berkomunikasi dengan siapapun, tidak juga Aldi suaminya sendiri. Dirinya kini seolah berubah menjadi sosok perempuan yang pernah ia temui di dalam Lift itu. Untung ada Siti yang masih bisa mengurus majikannya itu.
Tidak jarang, Renata di temukan tengah berdiri di depan pintu kamar Apartement misterius itu. Mengelus-elus papan pintu itu, memanggil-manggil Rosa berkali-kali. “Rosa.. Ini Mama datang, Nak. Kamu dimana?” ucapnya selalu selama berada di depan pintu itu. Semua membuat Aldi pusing sendiri. Dia tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk istrinya dan juga Rosa, anaknya yang hilang.
Sampai saat, atas saran seorang teman. Aldi menemui seorang Kyai yang terkenal dan biasa berhubungan dengan hal-hal ghaib seperti ini. bukan sembarang orang, dan bukan juga orang yang pamrih ketika menolongorang lain. Kyai itu selalu memilih siapa yang hendak ia tolong. Dan keberuntungan berpihak pada Aldi, karena Kyai itu mau menolongnya.
“Hmmm… Apartement yang kamu tinggali itu berdiri di atas tanah bekas pemakaman umum,” ucap Kyai itu sambil memejamkan matanya. Sedangkan tangannya terus memutar tasbih.
“Trus apa yang harus saya lakukan, Pak Kyai?” tanya Aldi penasaran.
“Mereka membangun Apartement itu, tapi tidak memindahkan seluruh makam yang ada. Ada beberapa makam yang tertinggal, terpendam dan tertimbun beton dari bangunan. Dan sekarang mereka menghuni kamar-kamar kosong yang ada. Dan kebetulan, roh itu sangat jahat” ujar Kyai itu.
Akhirnya setelah menemui Kyai itu dan menerima air putih dari Kyai tersebut, Aldi bergegas pulang menemui istrinya.
“Kasih air ini untuk di minum sama Ibu, Sit,” ucap Aldi pada Siti sesampainya dirumah. Dan setelah Renata meminum air itu, ia pun langsung tertidur.
Malam harinya, ketika semua orang tertidur. Sayup-sayup, dalam keadaan tidur, Renata mendengar suara Rosa memanggil namanya.
“Maah.. Mamaahh.. tolongin Ocha, Maah..”
Antara sadar dan tidak sadar, Renata bangkit dari tidurnya. Mencoba mencari asal suara itu.
“Maah..Mamaah.. Ocha disini, Maahh.. “
Renata melangkah perlahan mencari asal suara yang ia yakini itu adalah suara Rosa anak kesayangannya. Lalu melangkah keluar, melihat sekeliling koridor. Sepi.
“Maah, sini, Maah.. tolongin Ocha, Maah” kembali suara itu terdengar. Langkah kaki Renata mulai berjalan mendekati pintu kamar Apartement misterius, dimana dulu ia melihat anaknya di tarik masuk oleh seseorang. Lalu Renata berdiri di depan pintu itu. Lalu mendekatkan telinganya pada pintu. Sepi. Suara itu tiba-tiba menghilang. Renata menjauhkan kepalany dari pintu itu, dan berniat mendorongnya. Tapi tiba-tiba…
Suara tertawa bocah terdengar oleh Renata, seiring kelebatan bayang melintas dari sisi sebelah kanan. Renata menoleh, dan melihat bayang anaknya yang berlari masuk kedalam Lift. Dengan segera Renata berlari mendekati Lift itu, sambil berteriak memanggil, “Rosa!..Kemana kamu, Nak?! Ini Mama datang, sayang”
Pintu Lift itu tertutup rapat, Renata berdiri didepannya. Tangannya menekan tombol yang ada di sisi kanan Lift. Tak lama kemudian Lift itu berhenti,dan pintunya perlahan terbuka. Dan saat pintu itu benar-benar terbuka..
Betapa terkejutnya Renata melihat sosok perempuan yang ada didalam Lift! Renata mundur beberapa langkah kebelakang. Sosok perempuan berjubah putih sampai ke lantai, dengan rambut panjang terurai tak beraturan, matanya melotot tajam menatap Renata, dengan senyum menyeringai menakutkan. Di tangan kanannya dia tengah menggendong sebuah boneka kusam yang telah rusak. Sementara di tangannya kirinya, ia tengah menggandeng Rosa, Anaknya!!
Perempuan itu menoleh kearah Rosa, dan Rosapun memandang tanpa takut kearah perempuan itu. lalu perempuan itu kembali menatap Renata dengan tatapan yang sama menakutkan. Tangan kirinya kemudian bergerak maju kedepan, seolah memerinahkan Rosa untuk menghampiri Mamanya.
Rosapun melangkah pelan mendekati Mamanya, dan saat tepat berada di depan pintu Lift. Rosa menoleh kearah perempuan itu lagi. Melambaikan tangan kepadanya. “Dadaaahh.. tante.. makasih, yah” ucap bocah itu lugu.
Renata segera berhambur meraih tubuh anaknya, dan langsung menggendongnya. Lalu mundur kembali menjauh dari Lift itu..
“Jaagaa baiik-baiik anaakmuu ituu..” ucap perempuan itu dengan suara datar yang membuat merinding bulu kuduk. Renata diam terpaku dalam ketakutan yag luar biasa. “Jaangaann kaauu tiinggaall laagii anaakmuu ituu… aakuu haanyaa memiinnjaammnyaa sebeenntarr”
Dan tiba-tiba, entah darimana datangnya. Kyai dan Aldi telah berada di samping Renata. Aldi sempat terperanjat saat melihat sosok perempuan itu, “Masa Allah!!” dan langsung menghampiri Renata dan juga Rosa.
“Pulanglah kamu sekarang. Akan aku urus semuanya..” ucap Pak Kyai kemudian. Setelah itu, sosok perempuan itupun segera menghilang.
“Dadaaah…tante…” ucap Rosa kemudian melambaikan tangannya lagi.
……………………………………………..







Postingan Lama Beranda

Daftar Isi

 

Daftar Isi





Labels


View My Stats

kampungblogs

ArtikelBlogs

Cerpen

Translator

Translate This Page To:

English

Powered by: ALS & Google

Protected by Copyscape Duplicate Content Finder

Pengunjung Blog

Alexa

GebLexs

Muntahan Diri

KumpulanBlogs

Entri Populer

MatiJiwa

Awank Kening

Jiwa-jiwa

everything is about Reina Ally

BlogUpp

KutuBuku


Mas ukkan Code ini K1-3B6F99-D
untuk berbelanja di KutuKutuBuku.com

Followers


ShoutMix chat widget
 

Recent Comments

Templates by | CSS3 by David Walsh | Powered by {N}Code & Blogger