Semua tak lagi sama. Diriku jatuh pada kesendirian dan kesepian tanpa dirimu lagi. Hari-hari yang baru tampak asing bagiku. Entah, mengapa semua seolah nampak masih sama? Tapi
aku merasa harus tetap berusaha untuk bisa menyesuaikan diri dengan keadaan. Sementara itu juga
, aku masih harus merasakan sakit di dalam dada ini karenamu. Menangis, selalu saja aku melewati malam dengan menangis. Kadang bosan, namun aku tak bisa menghindari bayangan dirimu yang selalu datang. Menyiksa diriku dalam rindu yang tak mungkin lagi terwujud. Akan terdengar bodoh, seandainya diriku merindukan dirimu yang telah nyata-nyata menyakiti hatiku. Aku selalu mencoba untuk mengikhlaskan semua yang terjadi, mencoba mengatakan pada diriku sendiri bahwa inilah yang terbaik untuk diriku. Meskipun terasa perih. Aku mencoba percaya akan kuasa Tuhan. Aku mencoba untuk kembali mendekatkan diriku kepada Nya. Apakah ini lebih baik untuk ku ketahui daripada aku tak mengetahui ini semenjak awal? Aku tak tahu pasti. Aku harus berperang dengan diriku sendiri, yang selalu merasa bahwa semua ini adalah semata karena kesalahan diriku; karena kekurangan yang ada pada diriku; karena kebodohanku! Aku terpuruk pada rasa rendah diri dan jauh dari rasa percaya diri. Seolah aku tak lagi bisa melihat kebaikan yang ada pada diri ini.
Ah, kamu telah sukses membuat aku jatuh dan terpuruk. Tapi sesungguhnya aku percaya bahwa kamu akan merasa lebih baik tanpa diriku. Aku mencoba meyakini diri bahwa cinta itu memang tidak harus memiliki; bahwa cinta adalah tentang kerelaan melepas kebahagiaan orang yang kita cintai; bahwa cinta sejati adalah kerelaan itu sendiri. Tapi apakah kau tahu itu?
Lihat! Aku mengerang dalam kesakitanku sendiri. Rasa sakit di dalam hati ini, yang telah kau tumbuhkan dan akhirnya kau injak secara perlahan. Aku telah hanyut dalam kubangan kesesatan. Aku tersesat karena tidak juga menemukan jawaban atas apa yang terjadi pada diriku. Lalu kau datang dengan membawa sebungkus mimpi yang kau hias dengan indahnya. Dan aku tertegun dengan kekaguman yang tak pernah terlintas di benakku sebelumnya. Semuanya terasa indah, mimpi itu pun terlihat begitu sempurna.
Aku seolah terangkat dari kebimbangan hidup, seolah telah menemukan jawaban atas semua hayalan diri. Aku bahagia! Aku begitu percaya bahwa dirimulah Sang Pangeran yang akan menyelamatkan aku dari kehidupanku yang kelam. Memberi kepastian atas bimbang; ; memberi damai atas gelisah jiwa; memberi ceria atas sepi yang selama ini aku rasa. Namun ternyata semua masihlah sama. Hanya saja, kau telah berhasil membuatku buta dan tuli. Dan percaya akan semua janji manismu. Bodohnya aku!
Pada akhirnya kau membangunkanku seperti seorang gembel di pinggir jalan, yang menumpang tidur di depan sebuah toko. Kau menghujamku dengan berbagai kesalahan yang sama sekali tak pernah kutahu sebabnya. Tahukah kamu? Setiap malam aku harus merasakan kesakitan hanya karena menunggu kabar atas waktu yang pernah kau janjikan, “Sayang, ikutlah denganku dan jadilah wanitaku selamanya.” Mimpi yang liar dan seakan nyata, yang telah membuatku menjadi perempuan tolol.
Semua orang berteriak! Mereka melonglong atas perbedaan kita. Kau tahu, aku mencoba untuk tidak perduli akan itu meski aku masih menyimpan ragu dalam ketakutan atas perbedaan kita. Karena aku begitu percaya akan semua hal indah yang pernah kau ucapkan. Mencoba untuk selalu percaya akan mimpi-mimpi yang selalu kau jabarkan untuk kita. Tapi kita? kita adalah monyet tolol yang tak tahu arah yang hanya berpaku pada eksistensi saja. Kita ada karena begitu saja ada, tak pernah lebih dari itu. Kita adalah anjing-anjing khianat seperti yang terlontar dari mulut mereka.
Perlahan ragu semakin berkembang seiring waktu yang ada. Disaat aku mencari kebenaran atas apa yang kita jalani. Dan Ketika aku mulai kebingungan dengan status dan ocehan tolol para malaikat atau setan itu. Entahlah, di saat itu pula kau meninggalkanku seperti bangkai hewan tolol tak berotak. Bagaimana bisa aku punya otak? Kau saja membiarkanku dalam kubangan itu. Kadang aku berfikir, Apakah aku mulai terkena skizofernia yang tak bisa membedakan mana halusinasi mana yang nyata? Yang membuat sel kimia pada otakku tak berfungsi. Yang akhirnya membuatku selalu menolak emosi orang lain terhadap diriku. Dan akupun mulai merasakan muak dengan mereka. Aku tidak bisa memahami mereka, hanya kau yang mampu memahami perbedaanku. Hanya kamu, Sayang. Tapi kenapa kamu malah beranjak pergi dari pandanganku?.
Apa yang sebenarnya kau cari dari gadis bodoh ini? Apakah ini merupakan salah satu hobimu? Membuat benih doktrin pemikiranmu pada orang lain. Untuk kemudian kau tinggalkan dalam kesesatan. Aku membenci lidah busukmu! Yang selalu menggeliat seperti belut yang susah untuk kutangkap. Kau penyusup otak. Kau pecundang maya yang pada akhirnya kau tetaplah hanya sebuah maya.
Sudahlah sayang, aku ingin pergi dari lingkaran setanmu. Angkat kakimu dari pikranku. Aku yakin aku pernah tersesat karena mulut liarmu. Perbedaan agama, suku, latar belakang ekonomi yang ada pada kita. Meski aku tahu ini semua bukan masalah yang sebenarnya. Tapi ini semua hanya karena ocehan brengsekmu yang mengatasnamakan hal itu. Dan pada akhirnya aku mengetahui, bahwa kau terlalu busuk untuk menjadi seorang manusia. Enyahlah! Aku tak ingin melihatmu dan mendengarmu lagi. Semuanya hanya doktrin delusimu yang merefleksi keadaan ini seolah nyata. Ah, aku muak denganmu lelakiku. Aku pergi Sekarang, kau bebas! Akupun juga bebas. Pergilah, terbanglah dengan otak-otak delusimu.
Jangan memaki! Berkacalah segera dan lihat dirimu dalam cermin itu! Cobalah kau ingat lagi semua ocehan yang pernah kau ucapkan kepadaku dulu. Bukankah selama ini kau selalu berusaha memanipulasi diriku dengan sosok dirimu yang seolah dewa?! Bukankah kau selalu berusaha menunjukan bahwa semua yang kau ucapkan adalah benar adanya?! Seolah kaulah manusia bijaksana penguasa kehidupan ini. LIhat! Dan berkacalah segera!
Lihat! Bagaimana caci makimu kepadaku dalam hujatan dan kemarahan tak terkendali begitu bisa menjabarkan kebobrokan akal dan mental dirimu?! Kau yang bodoh, bukan aku! Aku telah lepas dari kebodohan diriku dulu saat bersamamu. Kini aku bebas dari mu, bebas dari kebodohanku. Lihatlah dirimu sekarang!
Jangan memaki! Jangan salahkan diriku yang kemudian menyadari semua dusta yang pernah kau ucapkan. Salahkanlah dirimu sendiri seperti saat ini, dimana kau tak mampu lagi membuat diriku menjadi budakmu. Kau gagal menjaga image baik dirimu yang seolah dewa yang paling bijak. Dengar! Dengarlah bagaimana kau mengucapkan caci maki itu kepadaku. Apakah tercermin jiwa bijaksana disana?! Tidak! Kau lelaki bodoh lagi pendusta!
Aku mungkin merasa goyah dalam langkahku saat ini; aku mungkin larut lagi dalam kehampaan; aku mungkin jatuh pada ketidakpastian langkah; aku mungkin kembali seperti dulu, sebelum bersamamu. Tapi kini aku percaya, ini tak pernah sia-sia. Aku percaya, kebebasan inilah yang aku inginkan; Aku percaya, bahwa masih banyak waktu untuk ku mengenal kehidupan ini tanpa harus tersesat; Aku percaya, bahwa aku bisa melewati ini semua tanpamu. Karena dalam langkah yang goyah ini, aku tahu kemana aku harus kembali. Karena dalam kehampaan ini, aku tahu kemana jalan yang harus aku tuju. Dan semua kujalani bukan karena dirimu. Tapi karena diriku sendiri. Maka, pergilah jauh dari kehidupanku.
0 comments:
Posting Komentar
Komentar anda disini