Dengan nada yang sedikit menunjukan ketidaksukaan,”Apa-apaan sich, Mah?! Ganti baju sana. Aku gak mau kita pergi makan diluar, kalau kamu dandannya seperti ini!”.
“Apaan sih?! Usil amat. Suka-suka aku, dong! Ini baju dan rok kan belum pernah aku pakai, Pah?,” bantah istriku tidak kalah sewot.
“Aku gak mau tau. Pokoknya, ganti!!”
“Gak mau!!..”
Cipluk melongo melihat perdebatan orang tuanya. Asli! Ini semua bukan karena aku merasa malu dengan penampilan Istriku. Aku hanya tidak rela jika kemolekan, kecantikan, dan keseksian istriku juga dinikmati oleh laki-laki lain. Tidak haruslah dia berdandan seperti istri-istri saudara-saudaraku yang mengenakan Jilbab penuh setiap saat. Tapi paling tidak, dia juga tidak mengumbar tubuhnya kepada semua lelaki.
“Kamu ini gimana, sih?! Aku gak mau banyak mata-mata keranjang yang melototin kamu dengan pandangan penuh nafsu. Aku gak rela!” balasku lagi menjabarkan alasan penolakan diriku.
“Biarin aja! Yang nafsu kan mereka,” jawab istriku dengan entengnya.
“Bagaimana kalau mereka tidak tahan saat melihat kamu? Trus kamu diculik dan diperkosa. atau kamu kemudian dipelet dengan jampi-jampi dari dhukun?!”
“Ya, gak mungkinlah. Kita kan makannya sama-sama. Udah gitu, tempatnya juga ramai. Pikiran kamu aja yang aneh-aneh begitu.”
Memang keras kepala Istriku ini. Susah sekali untuk dinasehati. Pokoknya, aku sungguh tidak rela, jika Istriku jadi bahan fantasi seks bagi laki-laki hidung belang yang mata keranjang. Payudaranya yang memang melebihi ukuran biasa, yang ketika dirinya mengenakan tanktop itu. Maka akan semakin terlihat jelas bagaimana bentuk dan ukuran besarnya. Dan sudah pasti sangat disukai banyak laki-laki. Pokoknya aku tidak rela!
Dengan sedikit emosi, aku ngeloyor masuk ke dalam rumah. Tak lama kemudian, aku keluar dengan dandanan pakaian yang aku anggap bisa menyaingi dandanan Istriku itu. Dan benar saja dugaanku, tiba-tiba istriku melotot saat melihat penampilanku.
“Papah! Apa-apaan, sih?! Kok, malah pake baju yang begitu?!” protes istriku, saat melihat diriku yang sudah berganti stelan dengan celana Levis butut yang dipotong sedengkul. Dan telah sobek dibagian paha, dan juga bolong dibagian saku belakang. Dipadu dengan kaos yang super tipis dan juga sedikit terlihat kumal. Karena warnanya sudah memudar dan lebih cocok untuk dijadikan kain pel. Aku merasa senang melihat respon dari istriku,”Biar rasa!”
Cipluk makin kebingungan melihat tingkah pola kedua orang tuanya ini. Akhirnya dengan perasaan emosi dan tetap tidak mau saling mengalah. Malam itu kami tetap pergi untuk makan diluar dengan wajah yang sama-sama cemberut. Pergi dengan mengendarai motor butut kesayanganku. Tidak bisa aku bayangkan, bagaimana senangnya semua lelaki saat melihat Istriku yang duduk di jok belakang. Mengenakan rok yang sangat pendek, lalu paha mulusnya terlihat. Lalu warna celana dalamnya membuat mereka begitu penasaran untuk mengetahuinya sambil menahan hasrat birahi. Ampun Tuhaaaaan….!!
..
Pagi hari saat libur akhir pekan.
“Pah, merokoknya udah, dong. Katanya mau nganterin Mama ke pasar,” ucap Istriku, saat aku sedang asik-asiknya menikmati segelas kopi di teras rumah. Sambil merokok dan membaca Koran. Aku sempat terkejut mendengar tegurannya itu.
“Kita jadi pergi, nih?,” tanyaku, mencoba mengelak dari perasaan bersalahku.
“Ya, jadilah. Makanya jangan merokok terus. Bau tau! ” jawab Istriku sedikit sewot, karena merasa tidak terlalu ditanggapi olehku.
“Iya..iya, sebentar. Lagi nanggung nih!”ucapku masih acuh, dan malah membalik halaman koran yang tengah aku baca. Tapi tiba-tiba, suara istriku berubah makin tinggi,”Matiin rokoknya!!”
Aku sempat kaget, karena tidak menyangka bahwa istriku menjadi emosi seperti itu.Hanya karena rokok dan kopi. Tapi tentunya Aku juga tidak mau kesenanganku diganggu olehnya.
” Cerewet banget sih! Aku khan sudah bilang nanti, sebentar lagi! Nanggung! Ya, sabar sebentar kenapa sih?! Ganggu kesenangan suami aja.”
Tanpa banyak bicara lagi, tiba-tiba Istriku langsung merampas rokok yang ada ditanganku. Dan membuang jauh ke selokan di depan rumah. Anakku yang sedari tadi main di dekatku, menjadi terbengong-bengong lagi seperti semalam. Melihat kelakuan kedua orang tuanya tak pernah berhenti bertengkar.
…
Suara stater motor terdengar, kemudian menderu kencang. Aku telah berada diatas motorku, menunggu istriku yang tak kunjung keluar dari dalam rumah.
“Maaah…! Buruan, Dong! Motornya udah panas nih!” teriakku tak sabar.
Tak lama kemudian, istriku berlari menghampiriku dengan sedikit tergopoh-gopoh dan terlihat kerepotan. Karena Cipluk berada dalam gendongannya. Sementara keranjang sayur dan dompet kecil juga berada dalam genggamnya. Ketika istriku ingin menaiki jok motor..
“Ganti baju kenapa sih, Mah?! Masa ke pasar pakai baju daster tipis buat tidur begitu! Kutang dan celana dalammu itu keliatan tau!” protesku kepadanya dengan menunjukan wajah tidak suka, sedikit melotot.
“Udah, akh! Biar aja. Kita sudah kesiangan nih, Pah. Gara-gara kamu juga tadi kelamaan merokoknya,” bantah istriku seperti biasanya.
Kunci motor segera aku putar ke kiri dan motor pun kembali dalam keadaan mati.
“Kok? Kenapa lagi, Pah?..” tanya istriku heran. Seolah tidak menyadari maksudku dari motor yang aku matikan itu.
Tanpa banyak bicara lagi, Aku langsung berteriak kepadanya,”Ganti!! Kamu ganti dulu daster kamu itu. Cepat!”
Seperti biasanya, Cipluk diam terbengong-bengong melihat tingkah kami berdua.
……
Saat hampir tengah malam. Di dalam kamar menjelang tidur. Aku dan istri tengah asik dengan tontonan yang ada di layar televisi. Ya, malam ini kami sudah berdamai. Dan untuk mengembalikan dan mencerahkan kembali suasana, setelah beberapa hari ini kami saling beradu mulut, cekcok. Malam ini, kami mencoba untuk mengenang masa-masa pacaran kami dulu. Untuk itu, saat ini kami berdua tengah menonton sebuah film favorit kami berdua.
Film yang dibintangi oleh Julia Robert dan Richard Gere, yang berjudul Pretty Women.
Cipluk tengah tertidur bersama kami dalam satu ranjang. Berada di tengah antara kami berdua. Sementara itu, meskipun kami tidak berdekatan karena terhalang tubuh Cipluk, posisi kepala kami saling beradu, saling menatap, saling menggenggam tangan. Itu merupakan tanda perdamaian yang telah terjadi diantara kami.
Tiba-tiba saat kami berdua begitu menikmati suasana yang ada. Kami dikejutkan oleh suara Cipluk, ” Mah, Pah,..Cipluk sayang sekali sama Papa dan Mama.”
Betapa terkejutnya kami berdua, kami tidak menyadari jika Cipluk ternyata belum benar-benar tertidur. Lalu serempak kami berdua menjawab ucapannya,”Iya sayang. Mama juga sayang sama cipluk. Papa juga sayang sekali sama Cipluk.” Lalu kami kecup pipi gadis kecil kesayangan kami itu.
“Makanya, Mah, Pah. Cipluk nanti kalau sudah besar mau seperti tante itu,” ucap cipluk lagi sambil mengarahkan jari telunjuknya ke televisi. Kami berdua saling pandang tidak mengerti akan maksud dari Cipluk, hanya bisa mengikuti arah jari itu. Dimana Film yang kami putar saat itu sedang memperlihatkan adegan, dimana Julia Robert yang sedang bertugas sebagai Pelacur jalanan tengah bercakap-cakap dengan temannya.
“Maksud Cipluk itu apa, Sayang?” tanya Istriku penasaran karena tidak paham akan maksud Cipluk.
“Iya, Mah. Cipluk ingin seperti tante yang ada di tivi itu. Pake baju dan rok yang pendek, biar sama kaya Mama juga. Cantik! Trus merokok, deh, seperti tante itu. Biar sama kaya Papa juga”.
Kami berdua sontak terkejut mendengar ucapan Cipluk itu. Dan memang yang tergambar jelas saat itu dalam film, Julia Robert tengah mengenakan seragam pelacurnya dan juga merokok saat berdiri menunggu pelanggan datangnya. Dan aku merasa sudah cukup sampai disini saja acara malam damai kami berdua, bersama Julia Robert dan Richard Gere.
Preett!!. Teve aku matikan. Langsung memeluk tubuh Cipluk erat-erat, saling memandang dengan istriku. Seolah satu janji terucap, bahwa kami akan mencoba menjadi contoh yang baik untuk Cipluk, anak kami tercinta. Sebuah bayangan mengerikan tiba-tiba saja terlintas di kepala kami. Dimana Cipluk, yang akan menjadi tumpuan harapan kami tengah berdandan selayaknya Julia Robert dalam film Pretty Women, yang seorang pelacur. Tidak.Tidak. Cipluk tidak boleh seperti itu. Tidak akan seperti itu! Maafkan Papa dan Mama ya, Sayang..
0 comments:
Posting Komentar
Komentar anda disini