SEMUA TIDAK LAGI SAMA

Semua tak lagi sama. Diriku jatuh pada kesendirian dan kesepian tanpa dirimu lagi. Hari-hari yang baru tampak asing bagiku. Entah, mengapa semua seolah nampak masih sama? Tapi aku merasa harus tetap berusaha untuk bisa menyesuaikan diri dengan keadaan.

CINTA DALAM RINDU-RINDU

Seperti rindu ini kepadamu, seperti itu pula malam terlewatkan dalam sepi dan sendiri. Aku mengejar dirimu dalam bayang-bayang, aku berlari dengan semua imaji diri. Mencari senyummu, wangi tubuhmu, harum nafasmu, manis senyum dibibirmu, indah gelak tawamu

DEMI SEPENGGGAL KATA

Demi sepenggal kata yang ingin aku persembahkan kepada hidup yang akan mati. Dimana kata mungkin akan melayang jauh diterpa angin topan dan juga badai. Terbelah dan pecah menjadi butir-butir air mata penyesalan malam para pendosaMelanang buana didunia yang gemerlap namun hitam dan samar tanpa putih...

LELAKI DENGAN 7 BIDADARI

Rasa kecewa kembali dirasakan oleh Pangdim, setelah mengetahui bahwa anaknya yang baru saja lahir ternyata kembali berjenis kelamin Perempuan. Sama seperti ke-6 anaknya yang lain: Ani, Sekar, Dewi, Ningrum, Nida dan Rifa. Pupuslah sudah harapan Pangdim untuk bisa memiliki keturunan seorang Lelaki

KENAPA HARUS JATUH CINTA

“AKh sialan!” gerutu Bejo memaki dirinya sendiri. Disuatu sore diruang tamu rumah kost-kostan, Dia angkat kedua kaki diatas meja. Tubuhnya disandarkan ke kursi yang dia miringkan. Sementara kedua tangannya nangkring asik di jidatnya yang jenong.

PELACUR ITU IBUKU

Semua orang terlihat sibuk dalam beberapa hari ini. “Besok adalah Hari Ibu,” kata mereka. Tapi apakah hari itu akan berarti buat ibuku? Yang juga kata orang, ibu adalah seorang Perempuan murahan, Perempuan bayaran, Sundel atau yang lebih sering kudengar sebutan untuk Ibu adalah seorang Pelacur

KESATRIA BURUNG BESI RAKSASA

Menurut cerita Nenek, Emak Udin itu diculik oleh Burung Besi Raksasa. Dulu. Saat Udin masih belajar berjalan. Tak ada yang bisa menyelamatkan Emak, karena Bapak juga telah lama tertidur di dalam tanah. Udin Memang tak mengenal dengan baik siapa orang tuanya,

TANKTOP VS CELANA BUTUT

Aku hanya melongo, bengong bego tak percaya dengan apa yang kulihat. “Ayo, Pah. Kita berangkat,” ucap istriku. Sementara aku masih melongo bego, tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Istriku satu-satunya, berdandan mengenakan rok pendek yang panjangnya jauh di atas dengkul

CAWAN HIDUP

Ada masa dimana kebahagiaan dalam cawan itu, kita reguk lupa hingga tak bersisa. Sedangkan kesedihan yang kita tuang, meluber melewati batas tampung cawan itu. Lalu membasahi wajah dengan airmata. Tapi diantaranya, gelembung-gelembung hampa menjadi bagian dari setiap tetes rasa yang kita tuangkan kedalam cawan.

WAJAH-WAJAH GELAP

Jika dilihat, wajah setiap orang itu selain berbeda bentuk, tapi juga berbeda dalam cahaya yang terpancar. Sebelumnya aku tak percaya, tapi kemudian menjadi percaya, saat menatap diriku dalam cermin. Setelah sebelumnya aku bergumul dengan kekasihku , Lina. Gadis cantik yang aku kenal setahun lalu.

Jumat, 17 Desember 2010

UDIN GEMBEL

”udin gembel..udin gembel…”, sekelompok bocah dengan kompaknye mengucapkan kata-ejekan itu. Sementara seorang bocah hanya tertunduk sambil berjongkok menerima ejekan itu. tangannya yang menggengganm sebuah ranting pohon, digerakannnya berputar sehingga menciptakan sebuah lingkaran diatas tanah,dia mencoba mengalihkan diri dari kata-kata yang menyakitkan hati itu. Sesekali matanya menatap sekolompok bocah-bocah yang masih bersemangat mengucapkan ejekan itu, “udin gembel..udin gembel..”
Tiba-tiba semua bocah itu berlari berhamburan, ketika sebuah sepeda kumbang yang ditumpangi seorang laki-laki berpeci dan bersafari berhenti tepat dihadapan udin, sang bocah yang disebut gembel.
“ayo kita pulang, din”..ucap laki-laki itu.
Udin tak menghiraukan ajakannya, dia malah membalikan arah tubuhnya membelakangi laki-laki itu.
“diiin,..pulang yuk,nak. Sudah sore, kasian emak menunggu kita dirumah, yach”. Udin masih tak bergeming.
Lalu lelaki itu turun dari sepeda kumbang, setelah memakirkan sepedanya dipohon asem. diapun menghampiri dan ikut berjongkok di depan udin. “diin,…” ucapnya lagi lembut.
Udin hanya menatap sesaat lelaki itu, lalu berdiri dan pergi meninggalkan lelaki itu. Dibuangnya jauh ranting yang sedari tadi dia genggam.
……
“hebat anak, bapak!”…lelaki itu mengusap lembut rambut dikepala udin, sementara tangan satunya menenteng sepeda kumbang itu. Mereka pun pulang dengan berjalan berdampingan.
….
“kok jalan, pak?”. Tanya emak pada bapak. Setiba mereka tiba dirumah. Bapak hanya tersenyum dan menatap udin yang ngeloyor langsung masuk kerumah setelah mencium tangan emak.
Setelah bapak duduk dikursi teras rumah,”biasa, mak..anak-anak kampung. Saat aku pulang mengajar ngaji tadi. Mereka sedang asik mengejek udin”.ucap bapak setelah meminum teh hangat yang tlah disiapkan emak dimeja.
“tapi kok kenapa anaknya tidak diboncengi?”, tanya emak lagi.
“gak tau juga, mak..mak. namanya juga anak-anak”..
Udin didalam mendengarkan semua percakapan itu. Didalam hatinya masih berkecamuk antara marah dan kecewa. Marah yang bukan ditujukan kepada bocah-bocah tadi. Tapi pada bapak. Entah kenapa, bapak melarang dia melawan atau memukul teman-temannya ketika mereka mengejek dirinya dengan menyebut dirinya seorang gembel.
“din, bapak minta kamu tidak mengulangi lagi perbuatan itu. Jangan kamu membalas ejekan teman-teman kamu dengan pukulan. Bapak tidak mau kamu berbuat seperti itu”.
Ucapan itulah yang menjadi sebab kemarahan udin kepada bapak, yang membuatnya harus menahan diri untuk tidak memberi balasan atas ejekan teman-temannya tadi.”kenapa harus diam?, kenapa juga udin selalu dikatai anak gembel, padahal udin adalah anak seorang guru ngaji, bukan anak gembel”..semua pertanyaan itu selalu berulang-ulang terucapkan oleh udin didalam hatinya.
………..
Suara bocah-bocah terdengar riuh malam ini. Sesekali udin memalingkan wajahnya keluar untuk melihat. Suara riuh dan gelak tawa itu mengusik udin, menggoda udin untuk segera bergabung. Sementara dia harus diam didalam rumah, untuk belajar pelajaran sekolah setelah tadi ia usai mengaji.
Bapak mengerti akan keinginan anaknya itu. Dia melihat kegelisahan yang ada dalam diri udin. Namun dia mencoba acuh dan mencoba tetap konsentrasi dengan Koran yang sedang dia baca. Meski sebenarnya bapak tidak tega melihat kegelisahan udin.
“eh, kok mata anak emak pandangannya keluar melulu, bukannya liat buku?”..ucap emak kepada udin. Udin sedikit terkejut mendapati teguran emak.
Ditatapnya wajah emak dengan harap bahwa emak memberi sedikit toleransi malam ini untuk udin bisa bergabung bersama teman-temannya. Namun emak hanya tersenyum, dibelainya lembut kepala udin.
“sudah, lanjutkan dahulu belajarmu ya, nak. Nanti malam minggu kamu bebas untuk bermain bersama teman-teman kamu”.
Udin hanya tertunduk, ‘kenapa Cuma malam minggu udin dibolehkan bermain. Padahal hari ini juga tidak ada PR yang harus dikerjakan?”. Emak dan bapak memang payah. Tidak seperti orang tua-orang tua yang lain. Yang membebaskan anak-anaknya bebas bermain sebagaimana terlihat diluar sana.
“orang pinter itu tidak harus orang kaya, din. Tidak juga harus sekolah tinggi. Tapi jika kamu mau jadi orang pintar dan berwawasan. Biasakanlah diri kamu untuk gemar membaca”, Cuma itu kata-kata yang di ucapkan emak dan juga bapak setiap kali udin merengek untuk bisa bermain bersama teman-temannya.
Sebelum magrib dan sampai malam, udin diharuskan tinggal dirumah untuk sholat berjamaah bersama bapak dan emak, disusul dengan belajar mengaji, dan kemudian belajar untuk pelajaran sekolah. Dan kadang bapak menyuruh udin membaca buku koleksi bapak yang berjejer dilemari, dan meja bapak. Buku-buku yang lusuh lagi using,Bermacam-macam bacaan yang harus dibaca udin sesekali. Dan setelah itu bapak akan menanyakan kepada udin tentang apa yang dia baca. Membosankan bagi udin. Tapi itulah peraturan dan peraturan yang harus udin ikuti dirumah ini.
Jikalau udin mencoba protes sama emak dan bapak, mereka pasti bilang,”khan tadi sore selepas dzuhur dan ashar, udin sudah di ijinkan untuk bermain”..
Iya, memang. Tapi kadang kalo sedang asik-asiknya main. Ketika adzan ashar terdengar. Udinpun harus menghentikan kesenangannya bermain, dan harus segera pulang mengambil perlengkapan shalat dan pergi menuju mushola untuk shalat berjamaah. Memang payah orang tua udin, itulah yang selalu ada dalam pikiran udin. Yang membuat udin selalu merasa iri dengan teman-temannya. Yang memiliki orang tua yang membebaskan anak-anaknya bermain tanpa harus diikat dengan peraturan sebagaimana udin sekarang.
….
Kring!..kring!...dengan sepeda barunya udin melesat melaju melewati teman-temannya yang sedang berkumpul. Dan secara mendadak berhenti didepan teman-temannya. Wajahnya menampakan rasa bangga atas sepeda baru yang dimilikinya, pemberian bapak.
“wah, hebat kamu din. Sepedanya bagus benerrr..”.ucap jarot kagum sambil berjalan berputar mengelilingi udin.
“eh, jangan pegang-pegang!”, dengan cepat udin menyingkirkan tangan jarot yang mencoba menyentuh sepedanya.
“sombong benerr…”, jarot pun mundur, merapatkan diri lagi dalam kumpulan teman-temannya.
“iya dong, biar anak gembel. Tapi bisa beli sepeda mahal begini”.ucap udin lagi dengan sombong. Lalu kembali melesat bersama sepeda itu meninggalkan kerumunan teman-temannya. Setelah sebelumnya udin mengitari mereka 5 kali.
….
Esok paginya,”mak, sepeda udin mana?!”.
Mata udin berkeliling mencari-cari dimana sepedanya, dia bertanya sambil celingukan kesana kemari mencari. Sementara emak yang sedari tadi sedang menyapu halaman hanya menoleh sesaat mendengar pertanyaan anaknya. Lalu kembali dengan aktifitasnya.
Karena tidak mendapati jawaban dari emak, udinpun kembali sibuk mengitari seluruh sudut rumah mencar-cari dimana sepeda barunya itu.
Setelah lelah mencari dan tetap tidak menemukan sepedanya. Akhirnya udin menyerah dan menghampiri emak,bertanya lagi. “Mak, sepeda udin kemana?. Kok dicari-cari gak ada sich”.
Emak menghentikan aktifitas menyapunya, lalu berdiri. Ditatapnya wajah anak tercinta, sambil kedua tangannya mengusap lembut pipi dan rambut kepalanya.
“eh, anak emak sekarang kalo pulang sekolah gak pernah ngucap salam dan cium tangan emak lagi yach. Karena punya sepeda baru yach”, ucap emak sambil tersenyum.
Deg!,..udin sedikit terkejut mendengar ucapan emak. Diapun hanya tertunduk malu.
Sambil mengangakat dagu sang anak,”Karena anak emak sekarang berubah. Disebabkan sepeda baru. Makanya hari ini, bapak menjual kembali sepeda udin. Dan mengganti dengan buku dan mesin ketik”.
Segurat wajah kecewa diwajah udin,”Kok mesin ketik dan buku sich, mak?. Khan udin gak bisa makenya”.
“Mesin ketik itu buat bantu bapak kerja, dan bukunya buat kita semua”.
Udin kembali tertunduk dengan rasa kecewa yang semakin jadi. Perlahan kecewa itupun berubah menjadi kemarahan sebagaimana kemarahan yang sebelumnya. Dan berlalu masuk kedalam rumah, meninggalkan emak. Guratan sedihpun terlihat diwajah emak, ditatapnya udin yang berlalu.
….
“tempe lagi..tempe lagi”, ugh, payah memang”. Setiap hari makanannya seperti ini. umpat udin sendiri. Saat ia mengangkat tudung makan. “kalo gak tempe, pasti tahu. Kalo gak sayur bayem, ya kangkung. Kalo gak ikan teri, ya telor ceplok”…bosan!..
Udinpun berniat mengurungkan niatnya untuk sarapan pagi. Namun tiba-tiba bapak keluar dari kamar dengan setelan jas yang sama.
“kok belum sarapan juga, din?”, tanya bapak.
Udin hanya diam.
“lho kok diam aja?. Ayo kita sarapan”.
Disela-sela acara sarapan bersama, tiba-tiba udin protes”mak, kok makannya kaya begini terus. Sekali-kali pake daging ayam kek atau daging sapi seperti teman-teman udin”.
Emak dan bapak sejenak diam dan saling berpandangan. Lalu,” Kalau udin tidak bersyukur dengan apa yang telah Tuhan Kasih sekarang ini. itu berarti udin belum siap untuk mendapat yang lebih dari yang sekarang ada, din”, jawab bapak kemudian.
“belajarlah mensyukuri apa yang sekarang kamu punya ya,nak”, tambah emak.
Udin hanya diam, dan melanjutkan kembali sarapannya. ‘huh, pasti jawabannya kaya begitu. Jawabam Yang tidak bisa dingertiin oleh udin. Udin khan masih anak kecil’, umpat udin dalam hati.
….
Sore itu, seperti biasa, sekelompok bocah bermain dengan riang. Sekelompok dari mereka berlari dan sekelompok lain sibuk melompat-lompat. Permainan petak umpet, kucing-kucingan atau permainan dampu, adalah semua permainan yang dahulu biasa udin mainkan sebagaimana mereka.
Kesedihan tergurat diwajahnya, ada kilasan bayang yang menghantam hatinya saat ini. Ada kerinduan yang tiba-tiba begitu kuat mengoyak ketegarannya. Namun airmata itu hanya bisa tertahan dan mengambang.
Tiba-tiba sebuah usapan lembut dipunggung udin mengejutkan dia. Ditolehkan pandangannya ke arah emak yang menghampiri.
Seperti biasanya, setelah di usap lembut punggung anaknya. Emak mengusap lembut kepala udin.
‘kenapa kamu, nak?”…tanya emak lembut . Udin hanya diam dan kembali membuang pandangan kearah bocah-bocah yang asik bermain.
Merekapun diam menikmati semilir angin yang bertiup sore itu. Semua diam dalam bayang-bayang yang melintas dipikiran.
“aku rindu bapak, mak”, ucap udin pecah dalam tangis..tak kuasa lagi dia menahan gemuruh didalam dadanya. Namun sesak itu sepertinya tak juga lepas. Terlihat dari tarikan nafas panjang udin.
Disandarkannya kepala emak dibahu udin sambil merangkul tubuh sang anak tercinta.
“iya, nak..ibu juga”…
Seribu penyesalan dan seribu kata maaf yang belum sempat udin ucapkan kepada bapak. Menjadikan semua rasa itu tak bisa lagi udin tahan. Penyesalan yang mungkin terdengar percuma,penyesalan yang mungkin tak pernah bisa terpenuhi kata maafnya, seiring kerinduan akan sosok lelaki bersafari dengan sepeda kumbang.
Hari ini, udin telah kembali ke negeri ini, kekampung ini. setelah hampir 7 tahun dia tinggalkan. Tidak banyak yang berubah dikampung ini. hanya mungkin udara disini sedikit terkontaminasi dengan asap-asap knalpot motor.
Ya, udin telah berhasil menyelesaikan study beasiswa s2 nya di Melbourne australia. Dan hari ini dia pulang untuk melepas rindu pada emak dan kampung halaman. Sedangkan bapak?...
Bapak telah lama tertidur dalam damainya. Itu terjadi pada saat udin masih duduk disekolah menengah. Dan sosok bapak menjadi kerinduan yang udin rasa saat ini, keberhasilan yang tidak bisa ia tunjukan pada bapak.

Jingga mentari Senja semakin menghiasa isi langit, emak dan udin masih diam dalam asa yang mereka punya.
“maafin udin, ya mak”…ucap udin dalam tangis yang semakin pecah. Karena tak kuasa lagi dia menahan penyesalan itu, dia sembunyikan kepalanya dalam pangkuan emak…
“kenapa minta maaf, nak”…
Udin tak menjawab, ia hanya teringat semua umpatan amarah dan kecewa yang dahulu sering dia ucapkan. Bagaimana bisa dia berbuat semua kebodohan itu. Bapak dan emak adalah orang tua yang paling hebat yang pernah ada. Tak pernah bisa ia berhenti menyalahkan dirinya atas semua yang dulu pernah dilakukannya.
Ketika bapak berharap agar udin bisa menjadi manusia yang sabar, disaat semua teman-temannya mengolok dirinya sebagai anak gembel. Ya, udin adalah anak Mantan seorang gembel. Bapak yang dulu besar dari keluarga gembel, namun dengan semua kemauan dan pembelajaran hidup. Bapak akhirnya bisa merubah keadaan itu. Semua bermula dari kegemaran bapak dahulu memunguti buku-buku bekas untuk dibaca dan dikoleksi. Tak pernah ada satupun buku itu hilang dan terbuang. Semua tersimpan rapih dan terawat.
Bapak menginginkan udin bisa mengalahkan semua ejekan itu bukan dengan kepalan tangan. Namun prestasi dan kepandaian yang bisa kudapat dengan belajar dan membaca. Semua terbukti saat ini, dimana semua polusi dikampung ini ada karena asap knalpot dari motor teman-temannya yang dahulu mengejeknya, yang sekarang mereka menggeluti pekerjaan sebagai tukang ojek.
udin masih selalu ingat ketika bapak, dengan semua peraturan yang membuat udin merasa iri dengan teman-temanku. Dan berharap bahwa bapak bukalah bapaknya, dan iapun bisa bebas bermain…
semua semata karena bapak menginginkan agar menjadi manusia yang berdisiplin dan mampu menahan godaan yang akan dihadapi nanti.
“ada baiknya kamu tidak terlalu mengikuti keinginanmu, melihat semua kesenangan yang kamu lihat dari kawan-kawanmu, din”, seperti biasa ucapan yang dahulu sulit untuk dimengerti oleh udin.
Sebagaimana udin juga tidak mengerti kenapa ia harus pergi kemushola setiap adzan subuh, dzuhur dan ashar. Sedangkan teman-temannyatidak shalat, malah tetap asik bermain.
“din, sholat itu bukan hanya masalah ritual atau rutinitas semata. Bukan hanya mengharap kedamaian saat bertemu sang khalik. Namun juga, sholat adalah waktu dimana kita bisa belajar mendisiplinkan diri kita, untuk belajar menjadi manusia yang tepat waktu, manusia yang konsisten, din’..
Itulah jawaban yang bapak berikan disaat aku bertanya, untuk apa ?.semua hal yang tak pernah terlintas dalam pikiran udin.
“Kita manusia itu khan, cepat bosan, din. Malas dan tak pernah menghargai waktu. Dengan shalat, kita bisa belajar untuk mengalahkan semua kecendrungan kita yang buruk itu, din. Nilai utamanya tetap pada kedamaian hati dan jiwa karena dekat dengan sang khalik. Kedekatan yang pastinya mencegah kita berbuat yang dimurkai dan dilarang oleh NYA”.
Tak akan mungkin aku bisa sampai seperti ini, jikalau bukan dengan smua peraturan bapak buat. Dan sesungguhnya, udin pernah sesekali mendengar percakapan emak dan bapak atas semua aturan itu.
“kasihan anak kita, ya pak. Terkadang aku gak tega melihat dia sedih begitu. Apalagi kalau melihat teman-temannya”, ucap emak saat itu.
‘iya, mak..aku juga sebenarnya berat juga menjalani niatan kita untuk udin. Tapi biar bagaimanapun, kita harus bisa demi masa depan dia kelak. Berat pertanggung jawaban kita sama Tuhan, mak”, jawab bapak.
Sesungguhnya mereka menyadari kesedihan, kemarahan, rasa kecewa dan keinginan diri udin. namun, mereka harus tetap pada semua cita-cita yang mereka harapkan untuk anak tercinta
Udin diajarkan semua hal yang mungkin suatu saat akan udin hadapi, ketika dahulu selalu tergoda untuk bisa bermain bersama teman-teman. Dan pada saat yang sama udin harus dirumah dengan semua keharusan yang sudah bapak dan emak tetapkan. Ini adalah pembelajaran bagi udin untuk bisa menjadi orang yang bisa tahan dengan semua godaan dan kesenangan dunia. Tetap fokus pada apa yang harus udin jalani. Mungkin jika bapak mengikuti rasa ibanya akan diri ini. entah, apa udin mampu melewati semua godaan yang selama ini datang selama sekolah dan bekerja diluar negeri.’
Betapa bapak dan emak bisa melihat bagaimana kesombongan dan khilaf anaknya. saat udin miliki sepeda baru. Dan pada akhirnya bapak dan emak memutuskan menunda untuk memberikan sepeda itu. Demikian pula ketika udin merasa bosan dengan semua hidangan makanan yang setiap hari udin makan, betapa udin tak pernah bersyukur. Betapa mereka menginginkan udin menjadi manusia yang rendah hati, dan bersyukur. Menjadi manusia yang bisa mengalahkan sifat sesungguhnya diri sebagai manusia, yaitu sombong lagi takabur.
Kesederhanaan yang selama ini diterapkan dirumah ini, kejujuran dan ketekunan yang bapak ajarkan secara tidak langsung telah membentu diri udin.
Entahlah, semua terasa hebat bagi udin saat ini. terlebih udin dibuat terkejut dengan apa yang bapak dan emak lakukan selama ini. disaat kebingungan melanda, manakala bapak harus kembali kepangkuan Ilahi. udin dikejutkan dengan apa yang bapak tinggalkan untukku. Ternyata selama ini bapak dan emak, telah menyiapkan sebuah tabungan untuk masa depannya kelak. Untuk berjaga-jaga jika memang suatu saat mereka pergi meninggalkan udin lebih cepat. Sebuah tabungan dengan nilai yang tak pernah udin sangka bisa dimiliki bapak yang hanya seorang guru ngaji.
Bapak bukan hanya mantan sorang gembel, ternyata disela-sela kesibukannya mengajar ngaji, bapak telah dipercaya seseorang untuk menjadi pengawas pengumpul barang-barang bekas. Sedikit demi sedikit lembar rupiah mereka kumpulkan demi anaknya kelak. Tapi bapak tak pernah bercerita pada udin akan hal itu.
Entahlah ketika udin bertanya pada emak,’kenapa bapak mau jadi guru ngaji sich, mak?”.
Emak dengan lembutnya berkata,”semua mungkin bisa mendapatkan pendidikan dunia dari sekolah-sekolah, nak. Tapi tidak semua orang yang berpendidikan itu mempunyai bekal moral dari agama. Bapak merasa dengan mengaji, bapak bisa membekali mereka pendidikan agama dan pendidikan moral yang baik. Dan bapak sendiri merasa bertanggung jawab atas pengetahuan yang dia miliki. Meski dari kegemarannya membaca. Makanya untuk mempertanggung jawabkan semua pengetahuannya, bapak memilih untuk mengajar mengaji”
Sempurna!..sesungguhnya bapak telah sempurna sebagai bapak bagi udin selama ini. namun, entah kebodohan atau kedurhakaan diri sebagai anaklah yang membuat dia pernah berdoa kepada Tuhan agar bapak digantikan dengan bapak yang lain. Dan ketika doa itu terkabul, manakala Bapak dipanggil Pulang kepangkuan Ilahi. Semua doa itu ingin kembali ia ucapkan, ia berlari menuju mushola. Dalam tangisnya yang keras ia berdoakembali sebagaimana ia pernah berdoa,’Kembalikan Bapakku, Tuhan!..Udin sayang bapak!, jangan bawa bapak udin, udin gak mau bapak yang lain, udin Cuma pengen bapak udin, Tuhan!’.
Bertahun-tahun rasa sesal itu tersimpan rapih didalam dada udin. Menjadi pegangan yang senantiasa bisa membangkitkan semua keterpurukan, kehilangan, ketidak pastian, kebimbangan, dan ketakutan menjadi sebuah kekuatan yang berlebih.
Namun hari ini, ketegaran itu hancur menjadi kepingan airmata yang tumpah ruah dalam pelukan emak.
“Emak ngerti rasa sesal kamu, din. Bapak juga pasti mengerti. Tidak terlalu penting bagaimana dulu kamu menyikapi semua hal yang emak dan bapak lakukan. Bapak dan emak sesungguhnya sangat bangga kepadamu. Sebagai seorang bocah, kamu bisa menjalani semua meski dengan sedikit kemarahan dan kecewa. Dan itu bukanlah hal yang mudah bagi seorang bocah, din”, ucap emak seperti biasa dengan lembut. Sambil tak berhenti mengusap-usap kepala udin. Seolah hal itu ada satu ritual yang emak lakukan untuk memberi kekuatan kepada anaknya.
Udin bangkit dari pelukan emak, dipandangnya tajam wajah wanita. Seolah mencari kebenaran dari apa yang emak ucapkan.
“din, kebanggaan emak dan bapak atas diri udin sesungguhnya ada semenjak dahulu. Kamu adalah anak emak yang tegar dan baik. Semua yang sebenarnya tidak menyenangkan bagi seorang bocah. Namun, kamu tetap patuh pada emak dan bapak”.
“benarkah, mak?”.tanya udin kembali mencoba mendapatkan kebenaran. Dan emak hanya mengangguk perlahan dengan senyum. Lepaslah sudah semua beban yang selama ini membebani udin. Meski mungkin tak sepenuhnya.
“Tapi udin pernah berdoa sama Tuhan, mak. Berdoa agar bapak udin diganti”, ucap udin dengan suara bergetar.
“dan sampai saat ini, udin tak pernah bisa memaafkan diri udin atas doa itu”. Ketenangan yang sesaat tadi didapatpun kembali pecah dalam airmata yang jatuh.
Emak tersenyum,”tapi rasa sesalmu itu adalah bukti bahwa cintamu kepada bapak melebihi apapun, din. Kau bawa itu semua sampai hari ini, dimana cinta itu sesungguhnya tak pernah mati. Jikalau tak ada sesal itu, maka tak bukti cinta”.
Kini pecahlah tangis itu kini dalam raungan kebahagiaan dan damai. Jiwa yang pada akhirnya lepas dari belenggu yang selama ini dibawa bertahun-tahun lamanya. Raungan kebebasan seorang anak gembel yang bapaknya seorang guru ngaji!

0 comments:

Posting Komentar

Komentar anda disini

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Daftar Isi

 

Daftar Isi





Labels


View My Stats

kampungblogs

ArtikelBlogs

Cerpen

Translator

Translate This Page To:

English

Powered by: ALS & Google

Protected by Copyscape Duplicate Content Finder

Pengunjung Blog

Alexa

GebLexs

Muntahan Diri

KumpulanBlogs

Entri Populer

MatiJiwa

Awank Kening

Jiwa-jiwa

everything is about Reina Ally

BlogUpp

KutuBuku


Mas ukkan Code ini K1-3B6F99-D
untuk berbelanja di KutuKutuBuku.com

Followers


ShoutMix chat widget
 

Recent Comments

Templates by | CSS3 by David Walsh | Powered by {N}Code & Blogger